Siapa yang sering mendapatkan pesan singkat (SMS) berupa penawaran pinjaman dengan bunga ringan? Anda tak sendirian.
Maraknya perusahaan teknologi finansial (financial technology/fintech) tak membuat koperasi kehilangan jati diri. Namun, koperasi kini malah dijadikan tameng penipuan untuk penawaran produk investasi.
Bagaimana bisa?
Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM Suparno mengatakan, penipuan kasus investasi bodong atau ilegal banyak berkedok koperasi.
Perusahaan tersebut menawarkan produk investasi dengan bunga tinggi di atas ketentuan pasar. “Masyarakat harus waspada. Cek dulu lembaga atau koperasi tersebut sebelum bergabung,” ujarnya di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM Jakarta, Selasa (4/12).
Suparno bilang, penipuan berkedok koperasi ini marak terjadi di daerah pelosok. Bahkan untuk meyakinkan masyarakat, banyak oknum yang memanfaatkan kedok koperasi ini secara cerdas memasang foto tokoh ulama setempat atau bahkan gubernur dalam selebaran atau papan promosi mereka.
Selain itu, Suparno mencontohkan koperasi ilegal di Bogor yang berani menawarkan untung hingga 30 persen dalam sebulan hanya dengan menanam singkong. “Padahal kita tahu, singkong tidak bisa dipanen dalam sebulan,” ujarnya.
Menurut Suparno, keinginan masyarakat yang ingin kaya mendadak ini banyak dimanfaatkan oknum dalam penawaran produk investasi bodong. Jika tidak jeli, uang investasi kita malah lenyap.
Kementerian Koperasi dan UKM meminta masyarakat melaporkan jika terjadi penawaran produk investasi yang mencurigakan, khususnya yang menawarkan untung tinggi dalam sekejab.
“Masyarakat bisa mengakses pengaduan online tentang koperasi di awasikoperasi.depkop.go.id,” ujarnya.
Sekadar pengetahuan dan bisa cek jika ada kasus bermasalah. Jumlah koperasi di Indonesia hingga 31 Desember 2017 mencapai 152.714 unit. Jumlah itu terdiri dari koperasi simpan pinjam (KSP sekitar 23.551 unit (15,58 persen dari total koperasi) dan non-KSP sekitar 127.627 unit.
Ketua Pengurus KSP Nasari Sahala Panggabean bilang, kehadiran teknologi informasi memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan akses informasi dan bertransaksi daring (online).
Namun, masyarakat kadang tidak melakukan konfirmasi maupun klarifikasi ulang (crosscheck) untuk mengetahui sejauh mana kebenaran sumber informasi tersebut.
KSP Nasari, kata Sahala, pernah menjadi korban karena nama lembaganya digunakan oknum tak bertanggung jawab untuk penipuan online. Caranya, menawarkan pinjaman dengan bunga ringan melalui pesan pendek (SMS) dan pesan instan melalui media sosial seperti WhatsApp ke semua orang.
Namun, oknum ini meminta korban untuk transfer biaya administrasi dengan jumlah tertentu dulu sebagai syarat pencairan pinjaman.
“Atas edaran informasi di media sosial ini, KSP Nasari bertindak cepat dengan melaporkan nomor ponsel oknum tersebut ke polisi,” katanya.
Namun, kata Sahala, pengaduan KSP Nasari tidak dapat diproses Kepolisian. Alasannya, KSP Nasari secara keuangan tidak dirugikan. Seharusnya, kata Kepolisian, yang melapor dari korban.
Sahala berharap masyarakat teliti terhadap penawaran apa pun di dunia maya, apalagi di dunia nyata. Terlebih penawaran produk investasi atau pinjaman dengan bunga ringan yang mengatasnamakan koperasi.
Sahala juga mendorong Kementerian Koperasi dan UKM bersama Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) serta Asosiasi Koperasi Simpan Pinjam Indonesia (Askopindo) proaktif melakukan literasi dan edukasi kepada masyarakat.
Selain itu, Kementerian Koperasi dan UKM harus bekerja sama dengan Kepolisian untuk melacak oknum pemilik nomor ponsel maupun akun palsu yang digunakan untuk tindakan penipuan online berkedok koperasi.
Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam Lumban Tobing mengatakan, kemajuan teknologi mendorong perusahaan teknologi finansial (fintech atau tekfin) untuk menawarkan pinjaman dengan bunga ringan secara mudah dan cepat.
Namun, akibat saking mudahnya, masyarakat justru meminjam duit ke fintech, khususnya yang berjenis pembiayaan peer-to-peer (P2P) dengan jumlah banyak. Masalahnya lagi, masyarakat pinjam uang untuk kebutuhan sehari-hari yang bersifat konsumtif.
“Pernah ada yang meminjam uang ke 30 fintech P2P. Karena banyaknya dan kebingungan membayar, debt collector sampai menagih ke pengutang ini, sampai mengancam segala,” ujarnya.
Nah, OJK baru saja menghentikan 404 fintech ilegal yang menawarkan pinjaman uang secara gampang tersebut. Bagaimana tidak, cukup dengan kartu tanda penduduk (KTP) atau kartu identitas lain, peminjam sudah dapat memperoleh uang dengan gampang.
“Beruntung dari jumlah fintech yang kita hentikan tadi belum ada yang dari koperasi. Namun, kami akan terus waspadai sesuai dengan laporan masyarakat,” katanya.
Tongam menyarankan masyarakat yang ingin meminjam uang ke lembaga legal ke perbankan. Jika tidak memiliki agunan, masyarakat bisa memanfaatkan layanan fintech P2P tadi dengan syarat mudah.
Namun, ia mengharapkan masyarakat meminjam uang sesuai kemampuan bayar. Selain itu, pinjam lah ke layanan fintech P2P yang legal. OJK pun sudah merilis daftar fintech legal yang kini berjumlah 78 unit.
Selain itu, Tongam menyarankan kepada Kementerian Koperasi dan UKM agar membuat daftar koperasi ilegal sehingga masyarakat mengetahui jika layanan tersebut tak layak dipakai dan waspada terhadap produk-produk yang ditawarkan.
Yuk waspada terhadap penipuan online ya..