Waktu tepat investasi reksadana kapan sih? Banyak yang bilang harus menunggu duit banyak dulu, tahu kondisi pasar dulu, hingga menunggu duit Tunjangan Hari Raya (THR). Yuk tak usah pusing-pusing lagi, mari baca trik ini.
Taktis Berinvestasi Reksadana
Beruntung aku bisa mendapatkan informasi terbaru tentang “Market Timing Reksa Dana” yang digelar Indo Premier Sekuritas di Estubizi Business Center, Jakarta, Sabtu (7/12).
Penulis buku “Taktis Berinvestasi Reksadana” Liyanto Sudarso membenarkan investasi reksadana memang cocok untuk investor pemula. Namun bukan berarti investor kawakan boleh menyepelekan jenis investasi tersebut.
“Dengan mengetahui jenis investasi reksadana, setidaknya kita biar tidak ditipu dan agar literasi finansial bertambah,” ujar Liyanto.
Menurut dia, sudah menjadi penyakit investor yang selalu menginginkan keuntungan tapi ogah merugi. Mereka tidak mau tahu, khususnya pada pengelola dana agar investasi terus berkembang, tanpa sedikit pun berkurang.
“Padahal dunia investasi itu tidak pasti, ada yang naik dan ada yang turun. Hidup saja tidak pasti, apalagi investasi,” katanya.
Liyanto meminta investor mewaspadai terhadap penjual produk investasi yang menjanjikan imbal hasil (return/yield) tinggi atau menjanjikan imbal hasil yang pasti tinggi.
“Uang itu memang tidak bisa dihancurkan, tapi kita bisa mencari tahu, arahnya ke mana,” ujarnya.
Market Timing Investasi Reksadana
Sebenarnya, adakah trik khusus kapan waktu tepat untuk masuk investasi reksadana?
Memang investasi ini bisa dibeli dengan harga murah, tapi bukan berarti kita gegabah menginvestasikan seluruh dana kita ke salah satu jenis reksadana tersebut.
Apalagi ada banyak pilihan investasi reksadana, seperti reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, reksadana campuran, dan reksadana pasar saham.
Menurut Liyanto, investor reksadana memang tidak akan dipusingkan pergerakan harga setiap hari. Ini berbeda dengan pergerakan tiap detik di investasi saham.
Meski sudah dikelola manajer investasi, investor perlu melihat data perekonomian suatu negara sebagai acuan kita masuk pasar, khususnya investasi reksadana.
“Jangan sampai pas data ekonomi sudah bagus, harga nilai aktiva bersih (NAB) sudah tinggi, kita baru masuk, ya telat,” ujarnya.
Indikator Perekonomian
Sebagai investor, kita harus tetap memantau pergerakan pasar. Data perekonomian terbaru dari suatu negara harus tetap diwaspadai.
Salah satunya, pertumbuhan ekonomi Indonesia. Biasanya manajer dana (fund manager) asing akan melihat pertumbuhan ekonomi suatu negara sebelum memutuskan untuk berinvestasi di negara tersebut.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara akan dilihat dari indikator konsumsi masyarakat, pengeluaran anggaran belanja pemerintah, investasi, dan ekspor-impor.
Data tersebut bisa diperoleh dari berita harian atau bisa melihat data secara lengkap di sini (tradingeconomics).
Dampak Perang Dagang
Ekonomi suatu negara, kata Liyanto, tentu akan terkait perdagangan dengan negara lain. Misalnya, saat ini sedang panas perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China.
Apakah kita terdampak perang dagang kedua negara tersebut? Liyanto menyebut dampaknya sangat sedikit.
“Kita banyak tergantung dari konsumsi masyarakat. Selama orang masih banyak yang memenuhi pusat perbelanjaan atau pasar, berarti konsumsi masyarakat masih aman. Ekonomi suatu negara pasti tumbuh,” ujar Liyanto.
Beda dengan Korea Selatan, Singapura, atau Hong Kong yang banya mengandalkan perdagangan, khususnya ekspor-impor. Perdagangan ketiga negara tersebut negatif akibat terdampak perang dagang AS-China.
Dari sisi pengeluaran pemerintah, saat ini memang sedang menggenjot beragam proyek infrastruktur.
“Lihat saja banyak yang gali lubang di pinggir jalan. Memang ini malah bikin jalanan macet, tapi lihatlah dampak bagusnya. Buruh dapat upah, pabrik beton hingga semen diuntungkan. Belum lagi sektor lainnya. Ini yang bikin ekonomi tumbuh,” kata Liyanto.
Inflasi Menghantui
Pergerakan inflasi akan terkait suku bunga pasar. Menurut Liyanto, inflasi ini akan langsung berhubungan dengan pergerakan nilai aktiva bersih reksadana pendapatan tetap (RDPT).
Pemerintah telah menetapkan target inflasi tahun ini di level 3,5 plus minus 1 persen. Namun selama ini, inflasi terealisasi di level 3 persen.
Dengan inflasi yang terjaga di level rendah, pemerintah pun berani memangkas suku bunga acuan.
Bank Indonesia (BI) sejak November 2018 mempertahankan bunga acuannya di level 6,00 persen. Sejak 18 Juli 2019, bunga acuan dipangkas perlahan. Per 21 November 2019, bunga acuan sudah di level 5,00 persen atau telah terpangkas 100 basis poin (1 persen).
“Kalau mau investasi di reksadana pendapatan tetapi, kita harus bisa melihat pergerakan inflasinya,” ujar Liyanto.
Namun, apakah negara kita terkena resesi, terimbas pelemahan ekonomi negara lain?
Liyanto bilang, resesi suatu negara akan terjadi jika indikator perekonomian, khususnya pertumbuhan ekonominya negatif (turun) selama minimal 6 bulan berturut-turut. Bisa dicek perekonomian Turki, Brasil, atau Venezuela.
Selain itu, inflasi negara tersebut pasti tinggi. “Cek saja Venezuela dengan perekonomiannya yang turun 26 persen dan inflasinya 52 persen,” ujarnya.
Jadi, jangan bilang Indonesia akan resesi. Kalau melihat dua indikator tersebut, kata Liyanto, Indonesia masih aman-aman saja.
Aktivitas Bisnis Negara
Liyanto menjelaskan, waktu tepat investasi reksadana juga harus mempertimbangkan indeks pembelian manufaktur (purchasing manufacturing index/PMI) atau aktivitas bisnis di suatu negara dalam bulan tertentu.
Acuan/indikator indeks tersebut ditentukan dari jumlah poin. “Jika di atas 50 poin, ekonominya ekspansi. Kalau di bawah 50 poin, ekonominya kontraksi,” ujar Liyanto yang menjelaskan indeks PMI dapat dilihat dari sektor manufaktur dan jasa (service).
Liyanto bilang bisnis jasa China sudah lebih tinggi dari manufakturnya. Sekitar 70 persen perekonomian dunia justru diperoleh dari jasa, seperti perbankan hingga pariwisata.
“Masalahnya, Presiden AS Donald Trump belum menyentuh jasa sebagai senjata untuk perang dagang dengan China,” katanya.
Wah..kondisi negara sekitar ternyata bisa mempengaruhi jenis investasi kita ya. Jadi memang kita harus waspada terhadap apa yang terjadi di sekitar.
“Namun kondisi sekarang masih bagus kok di pasar,” kata Liyanto.
Neraca Perdagangan
Kondisi neraca perdagangan suatu negara tentu akan berdampak ke stabilitas nilai tukar. Di Indonesia, karena masih mengacu perdagangan dengan dolar AS, rupiah juga akan bergerak mengikuti nilai tukar Negeri Paman Sam.
Lantas bagus mana, rupiah menguat atau melemah? Rupiah yang kini bergerak di kisaran Rp 14 ribuan, masih dianggap aman bagi pelaku pasar. Pengusaha biasanya mengutamakan stabilitas nilai tukar, tidak terlalu naik drastis, tapi tidak juga anjlok secara fantastis.
Berkaca dari negara lain, mereka justru sengaja melemahkan nilai mata uangnya. Misalnya China dan Jepang. Dengan melemahkan mata uang, ekspor mereka akan lebih untung.
Bagaimana dengan Indonesia? Liyanto bilang seharusnya rupiah lebih bagus saat menguat. Indonesia, untuk bisa tumbuh ekonominya, masih tergantung dari konsumsi masyarakat.
“Jika apa-apa murah, orang akan tergiur untuk membeli. Jadi kita bisa belanja lebih banyak. Ini pertanda ekonomi tumbuh,” katanya.
Pemicu Pelemahan Nilai Rupiah
Masalahnya, neraca perdagangan Indonesia selalu defisit karena banyak impor, dibandingkan ekspornya, meski barang yang diimpor berupa barang modal untuk diolah lagi. Ini yang kadang jadi pemicu nilai tukar rupiah makin melemah.
Untuk menguatkan rupiah, Menteri Keuangan Sri Mulyani mulai menggencarkan surat utang negara (SUN) agar bisa dibeli masyakat Indonesia. “Asing menguasai pembelian obligasi hampir 37 persen. Makanya, pemerintah menggencarkan obligasi ritel Indonesia (ORI) dan Savings Bond Ritel (SBR),” ujarnya.
Liyanto bilang, suku bunga acuan BI yang stabil turun juga memicu penurunan imbal hasil ORI dan SBR. Asing pun tidak bisa membeli jenis investasi tersebut karena memang diperuntukkan bagi masyarakat Indonesia.
“Ini tahun yang tepat buat masyarakat Indonesia membeli obligasi. Imbasnya, investasi reksadana yang mengacu aset obligasi akan sangat bagus tahun ini, terutama reksadana pendapatan tetap (RDPT),” ujarnya.
Investasi Reksadana Menguntungkan
Menurut Liyanto, reksadana yang mengacukan asetnya pada surat utang (obligasi) pemerintah terbilang moncer tahun ini, khususnya obligasi yang bertenor kurang dari setahun (reksadana pasar uang) dan aset obligasi lebih dari setahun (reksadana pendapatan tetap).
“Imbal hasil reksadana pasar uang bisa di atas bunga deposito tahun ini,” kata Liyanto.
Reksadana pendapatan tetap, ujar Liyanto, akan sangat tergantung dengan inflasi dan suku bunga. Hal ini akan langsung berpengaruh ke kupon obligasi dan imbal hasil obligasi tersebut.
Saat bunga acuan naik, tentu investor akan dirugikan. Kupon bunga tetap tetapi harga nilai aktiva bersih (NAB) akan turun.
Saat bunga acuan turun, investor reksadana bakal diuntungkan karena harga obligasi akan naik.
“Jadi kapan saat pas investasi reksadana pendapatan tetap? Investasilah saat bunga mau turun. Tahun ini imbal hasil reksadana pendapatan tetap moncer karena bunga acuan sudah turun 1 persen,” ujarnya.
Liyanto juga memberikan tips reksadana pendapatan tetap yang mengacukan pada obligasi bertenor panjang akan dapat investasi maksimal, khususnya saat bunga acuan menurun.
“Kalau (bunga acuan) mau naik, cari obligasi bertenor pendek untuk menghindari gejolak dari harga obligasi,” katanya.
Oh iya, tenor obligasi rendah biasanya kurang dari 5 tahun. Di atas 5 tahun termasuk bertenor panjang.
Jangan Cuma Lihat Cuan
Satu lagi tips dari Liyanto. Investasi di reksadana jangan cuma melihat dari imbal hasil yang diberikan, tapi lihat fakta produk investasinya, khususnya rincian acuan asetnya.
Untuk mengecek reksadana tersebut bagus atau tidak, Liyanto menyarankan investor mengecek Indonesia Bond Price Agency (IBPA) atau Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI).
“Yang paling penting juga lihat peringkat (rating) surat tersebut. Minimal harus peringkat single A,” ujarnya.
Bagaimana dengan reksadana yang mengacukan asetnya di obligasi syariah (sukuk)? Liyanto bilang tetap ada plus minusnya.
Reksadana tersebut biasanya tidak banyak dijual manajer investasi. “kalau mau kejar untung, ambil yang (mengacukan asetnya) pada obligasi pemerintah dan swasta. Kalau investasi di produk syariah kan tidak cuma kejar untung tapi lebih soal kehalalannya,” ujarnya.
Aplikasi IPOTGO & IPOTPAY
Brand Manager IPOTPAY Mattheus Raharja bilang IPOTPAY Fund Talk with Millennials #5 (FTM#5) merupakan sebuah acara dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang produk pasar modal, khususnya reksadana.
IndoPremier sebagai Agen Penjual Reksa Dana Online terlengkap di Indonesia, kata Mattheus, peduli untuk keuangan milenial, yang diimplementasikan melalui kegiatan workshop, talkshow, dan sharing seputar reksadana.
Menurut Mattheus, FTM#5 ini merupakan wujud semangat menyebarluaskan pentingnya literasi keuangan kepada seluruh masyarakat.
“Menyimpan uang itu jangan hanya sekadar disimpan atau parkir, tapi harus memiliki akumulasi nilai. Uang yang disimpan perlu dikembangkan sebagai aset yang memberikan nilai tambah di masa yang akan datang,” ujarnya.
Investasi Modal Rp 100 Ribu
Mattheus bilang, IndoPremier menawarkan aplikasi IPOTGO & IPOTPAY yang dapat diunduh di Play Store dan App Store untuk milenial.
Cukup dengan modal investasi Rp 100 ribu, setelah registrasi 1 jam langsung jadi. Nasabah sudah dapat menikmati segudang keuntungan.
“Nasabah dapat memilih dan membeli 255 produk reksadana dari 40 Manajer Investasi,” katanya.
Uniknya, produk reksadana tersebut bebas biaya administrasi dan bisa tukar secara instant lintas produk reksadana.
“Selain itu, nasabah bisa menikmati fitur evaluator dari seluruh produk reksadana, investasi berkala, penempatan dan pembayaran otomatis, penarikan dana secara instant via ATM, dan masih banyak lagi,” ujarnya.
Yuk investasi reksadana di IPOTGO.