IMG 20140622 WA0000

IMG-20140622-WA0000Bisa karena terpaksa. Itulah yang kini dialami Rosmayanti yang mencoba peruntungan berbisnis bir pletok. Minuman khas Betawi tersebut secara turun temurun terus dipopulerkan meski digempur minuman modern lainnya.

Terlahir dari keluarga asli Betawi, awalnya Rosma tidak begitu akrab dengan minuman tersebut. Apalagi Rosma yang tidak mengenyam bangku sekolah membuatnya minder dengan teman-teman sebayanya.

Namun ia harus tetap hidup dengan rezeki halal, bagaimana pun caranya. Ia pun ikut pelatihan pelatihan mengemas buah dalam kaleng yang diadakan Dinas Pertanian DKI Jakarta. “Saat itu pesertanya dari ibu-ibu PKK berjumlah 30 orang. Saya sendiri yang keturunan Betawi. Semuanya pendatang,” katanya.

Berbekal kemampuannya beradaptasi dengan peserta lain dan mentor, Rosma pun makin disenangi peserta pelatihan lain. Ia pun kerap berkonsultasi dengan mentor dan diminta membuat usaha sendiri yang dekat dengan lingkungannya.

“Mentor saya waktu itu meminta membuat usaha bir pletok. Saya tidak mau. Namanya bir kan haram, dilarang agama. Masa saya harus membuat dan menjualnya,” katanya.

Setelah diberi tahu asal usul bir pletok, Rosma ternyata malu sendiri. Ia sebagai warga Betawi asli malah tidak tahu menahu tentang minuman warisan nenek moyangnya. “Saya dikasih tahu bahannnya tidak mengandung alkohol. Hanya mengandung rempah-rempah, jahe, dan gula merah. Saya dikasih resep dan langsung coba membuat di rumah. Buat iseng-iseng,” tuturnya.

Ketika ia mencoba membuat bir pletok di rumah, secara kebetulan kakek berkunjung. Kakeknya mencium bau bir pletok, namun agak berbeda dari biasanya. “Kata kakek dulu waktu perang dengan Belanda, tentara sering minum bir pletok. Katanya supaya tetap sehat dan kuat. Jadi ketika ketemu tentara Belanda tetap bisa berjuang,” ujarnya.

Lantas kakek memberi tambahan resep bir pletok khas Betawi dan memadukan hasil resep dari mentor. “Kakek bilang bir buatan saya banyak kurang komposisi rempah-rempahnya. Setelah kakek kasih tahu racikan yang enak, saya membuat dengan resep itu sampai sekarang,” ujarnya.

Sejak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempopulerkan Setu Babakan sebagai kawasan cagar budaya, penjualan bir pletoknya kian melesat. Kini bir buatannya tidak hanya dijual di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan tapi sudah ke Tangerang, Semarang, dan Surabaya. “Maunya sih sampai ke luar negeri seperti Singapura atau Malaysia. Tapi belum ada koneksi sampai ke sana,” tuturnya.

Sehari ia mampu memproduksi 100 botol untuk dijual di lingkungan Kampung Betawi Setu Babakan. Untuk penjualan ke berbagai daerah lainnya sampai 1.000 botol per bulan. “Omzetnya sekitar Rp 100 juta per bulan,” katanya.
Bantu Anak Putus Sekolah

Rosmayanti mengaku termotivasi menjual bir pletok karena tidak ingin minuman khas daerahnya tidak dikenal generasi penerus. “Intinya saya tidak boleh kalah dengan orang pendatang. Mereka juga bisa memproduksi makanan atau minuman khas Betawi dan menjualnya. Kenapa saya yang asli Betawi malah tidak bisa,” ujarnya.

Rosmayanti menilai hal paling susah menjual bir pletok terletak pada proses pemasarannya. Terlebih masyarakat sebelum tahun 2000 punya anggapan minuman bir itu haram. Bahkan kiai-kiai di sekitar rumahnya kerap mencekal minuman yang diproduksinya.

“Waktu itu susah sekali menjual produk ini karena ada stigma bir haram. Tapi biar dibilang haram saya tetap jalan terus. Pertama-tama saya lakukan itu lewat bazar,” tuturnya.
Upayanya tidak berjalan sia-sia. Masyarakat mulai suka dengan biar pletok buatannya.”Sekarang bukan produk cari pembeli, tapi produk ini justru dicari pembeli,” ujarnya.

Bisnis bir pletok buatan Rosma sudah dilakukan sejak 14 tahun terakhir. Walau ia tidak mengenyam pendidikan, kini ia telah memiliki 15 karyawan yang membantunya yang terdiri atas penghancur rempah, pemasak, pengemas dan bagian distribusi. Ia ingin anak putus sekolah yang ada di lingkungannya bisa membantu bekerja dengannya.

“Saya ingin mereka yang putus sekolah tidak bernasib seperti saya dulu. Tidak punya apa-apa. Kerja di mana-mana ditolak. Saya berpikir, lebih baik berusaha sendiri dan kini sudah bisa memberi nafkah bagi orang lain,” katanya.

Nama: Rosmayanti
Tempat, tanggal lahir: Jakarta, 8 Agustus 1975
Pendidikan: Tidak Sekolah
Hobi: Olahraga Voli
Alamat Usaha: Kampung Betawi Setu Babakan, Lenteng Agung, Jakarta Sekatan
Kontak Usaha: 085697942797

By Didik Purwanto

Copywriter | Ghost Writer | ex Business Journalist | Farmer

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *