Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Suryo Bambang Sulisto menyambut baik kerja sama antara Proton Malaysia dengan PT Adiperkasa Citra Lestari. Ia memandang Malaysia adalah satu-satunya negara di ASEAN yang sudah berhasil memunyai kemampuan membuat mobil nasional.
Keputusan pemerintah menggandeng Proton (Malaysia) sebagai mitra bisnis dalam wacana mobil nasional (mobnas) Indonesia, menurut Suryo, patut diapresiasi. Hal ini sebagai bentuk langkah maju menuju kemandirian teknologi automotif dalam negeri.
“Itu harus kita beri acungan jempol karena mereka beruntung memunyai pemimpin visioner, berani dan punya komitmen membawa negaranya memiliki kemampuan membuat mobil nasional,” ujar Suryo.
Ia menilai, selama ini industri automotif Indonesia masih dikuasai asing, seperti Jepang dan Korea Selatan. Langkah ini merupakan terobosan tepat menghadapi MEA, selain mengurangi ketergantungan kepada produsen luar.
“Jadi kalau Malaysia mau mengajak dan membantu kita membuat mobil nasional ya alhamdullilah, harus kita terima dengan tangan terbuka. Selain itu timing-nya tepat. Marilah kita bikin mobnas dengan bantuan saudara serumpun kita,” katanya.
Namun ada beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbangan. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani mengatakan, sebaiknya pemerintah memerhatikan tingkat risiko dalam kerja sama ini.
“Kalau mau berbagi risiko memang sebuah keputusan yang bagus dengan menggandeng pihak lain. Hanya saja harus melihat pihak yang diajak kerja sama. Seharusnya pemerintah memilih pihak yang memiliki tingkat risiko rendah dan prospek ke depan yang bagus,” kata Haryadi.
Ia menuturkan, untuk mengurangi tingkat risiko seharusnya pemerintah memilih pihak yang memiliki kecenderungan risiko rendah dan prospektif ke depan yang bagus semisal Jepang atau Korea Selatan.
“Kenapa tidak dengan Jepang yang memang menguasai teknologi atau Korea Selatan. Saya tidak bisa membayangkan, ketika dana sudah digelontorkan lalu produk tidak laku di pasaran. Proton di Malaysia juga kurang diminati. Masyarakatnya juga tidak terlalu menyambut baik produk itu,” ujarnya.
Ia menilai, Proton bukan alternatif terbaik. Mereka belum sepenuhnya menguasai teknologi automotif sendiri. Dari segi pemasaran, Proton sedang tidak dalam kondisi baik. “Mereka masih beli teknologi seperti dari Mitsubishi dan lain sebagainya. Kenapa juga kita kerja sama dengan yang masih seperti itu, toh juga dari segi pemasaran Proton belum bagus, tidak laku di sini,” ujarnya.
Sebenarnya bila memang mau, Haryadi menambahkan, Indonesia mampu memproduksi mobnas sendiri seperti India. Mereka berhasil mengembangkan industri automotif secara mandiri.
“Mengerjakan sendiri akan menanggung risiko. Menggandeng pihak lain akan berbagi risiko. Itu sah dilakukan dalam dunia bisnis. Hanya kalau mau berbagi risiko, harusnya dengan yang memiliki risiko paling rendah, memiliki prospektif ke depan yang bagus, bukan mengambil posisi yang malah memicu kita lebih berisiko,” ujarnya.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Julius Adravida Barata mengatakan, mobil Esemka yang sempat diwacanakan menjadi mobnas belum layak operasi. Mobil itu tidak memenuhi standar uji emisi gas buang. Komponen pendukung kendaraan juga masih di bawah kualitas standar aman.
Kemenhub tidak menghalangi rencana produksi massal mobil Esemka. Pemerintah sangat siap mendukung penelitian pengembangan kendaraan itu, termasuk uji coba ulang hingga memenuhi standar kualitas.
“Hasil uji coba kami pada 2012 menyatakan mobil Esemka bisa merusak kualitas udara. Kami harap produsen mobil itu bisa melakukan perbaikan supaya lolos uji standar kita,” kata Barata.
Kemenhub tidak berwenang menentukan produsen kendaraan untuk tender mobil nasional. Semua kendaraan akan masuk tahap uji coba kelayakan. Jangan sampai kendaraan tidak layak pakai beroperasi di dalam negeri.
“Sebelum masuk ke pasar dalam negeri, semua merek mobil akan kita uji kelayakan. Buat kami yang penting ramah lingkungan dan aman digunakan,” tuturnya.