Eh, tahu nggak sih kalau jumlah penderita kusta di Indonesia tuh terbesar ketiga di dunia, di bawah India dan Brasil. Agak ngeri sih. Makanya, Peringatan Hari Kusta Sedunia 2024 yang jatuh setiap 28 Januari, pemerintah Indonesia akan fokus menurunkan jumlah penderitanya.
Jumlah Penderita Kusta di Indonesia
Pegiat Kusta dan Analis Kebijakan (Pusat Sistem dan Strategi Kesehatan) Kementerian Kesehatan Hana Krismawati mengatakan, jumlah penderita kusta di Indonesia hingga 2023 mencapai 14.200 kasus. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan pencapaian pada 2022 sebesar 13.487 kasus.
“Jumlah penderita kasus kusta saat ini yang tercatat sebenarnya tidak banyak tapi belum tahu yang tidak tercatat. Namun dengan semangat program implementatif, seharusnya Indonesia bisa menangani,” ujar Hana saat paparan Peringatan Hari Kusta Sedunia 2024 secara live streaming di Radio Berita KBR di Jakarta, Selasa (30/1/2024).
Menurut Hana, pemerintah saat ini tengah gencar menekan jumlah penderita kusta sekaligus mendata kasus kusta baru di Indonesia. Pihaknya terus menggandeng berbagai pihak termasuk dengan komunitas dan media untuk menginformasikan kusta dengan benar.
Cara Pemerintah Atasi Kusta
Pemerintah, kata Hana, juga telah mengeliminasi kasus kusta melalui 6 pilar transformasi kesehatan. Hal ini menjadi bentuk penerjemahan reformasi kesehatan nasional.
Enam pilar transformasi kesehatan tersebut yaitu Transformasi Layanan Primer (penguatan integrasi seluruh layanan dari posyandu, puskesmas dan layanan kesehatan terkait), Transformasi Layanan Rujukan (perbaikan mekanisme rujukan serta peningkatan akses dan mutu layanan ruah sakit serta layanan laboratorium kesehatan masyarakat).
“Untuk Transformasi Layanan Primer ini juga meliputi kemandirian obat dengan tidak bergantung WHO (Organisasi Kesehatan Dunia). Kemenkes inisiatif membuat obat sendiri biar tidak terputus pengobatannya, khususnya untuk penderita kusta. Selain itu juga terus menganggarkan dana dari APBN untuk obat dan pengendalian kusta ini,” kata Hana.
Selain itu, Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan dalam menghadapi Kejadian Luar Biasa/wabah penyakit melalui kemandirian kefarmasian dan alat kesehatan. Transformasi Pembiayaan Kesehatan meliputi penjaminan pembiayaan yang selalu tersedia dan transparan, efektif dan efisien serta berkeadilan.
Transformasi SDM Kesehatan dengan menjamin ketersediaan dan pemerataan jumlah, jenis, dan kapasitas SDM kesehatan. Serta Transformasi Teknologi Kesehatan yang mencakup integrasi dan pengembangan sistem kesehatan serta sistem aplikasi kesehatan dan pendampingan, pembinaan serta pengawasan yang memudahkan proses pengembangan dan pemanfaatan teknologi kesehatan.
“Saat ini kami fokus digitalisasi sistem pelaporan jenis penyakit, termasuk kusta. Bahkan digitalisasi tenaga kesehatan supaya gampang terinput datanya,” ujar Hana.
Hapus Stigma Penderita Kusta
Hana mengatakan, penderita kusta masih ada di Indonesia karena tertekan stigma di masyarakat. Masih ada anggapan penyakit kusta merupakan faktor keturunan sehingga sulit untuk disembuhkan. Selain itu, masyarakat masih mengucilkan penderita kusta bahkan menganggap penderita kusta mengidap penyakit aneh.
“Studi di China, (penyakit kusta muncul) karena faktor gen. Ada 32 gen. Namun bukan berarti kusta ini penyakit keturunan ya. Karena orangtua berpenyakit kusta tidak selalu menurun ke anaknya. Ini tergantung lingkungan bahkan nutrisi yang diasupnya. Kita masih bisa mengontrol di luar gen,” ujar Hana.
Untuk menekan stigma di masyarakat, orang yang mengetahui penderita kusta/penderita tersebut sendiri harus segera melaporkan ke puskesmas terdekat. Pasien kusta harus jujur terhadap kondisinya serta menyampaikan keluhan gejala penyakit kusta agar mendapatkan obat.
Keluarga bahkan tetangga penderita kusta seharusnya juga mendukung pengobatan Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK). Soalnya, penyakit kusta sebenarnya tidak mudah menular. Untuk bisa tertular, orang harus kontaks intens dengan penderita minimal 8 bulan, tinggal serumah, dan bertemu minimal 8 jam sehari.
“Kalau dari aspek lab/medis, kami melihat penyakit ini bukan sesuatu yang layak mendapatkan stigma. Penyakit ini sulit menular. Kalau sekarang dengan pengobatan yang maju, ya tidak relevan dengan stigma tersebut,” kata Hana.
Hubungan Kusta Dengan Kemiskinan
Hana menjelaskan, ada hubungan antara penyakit kusta dengan kemiskinan masyarakat di suatu wilayah. Berdasarkan penelitiannya, penyakit kusta justru cenderung ditemukan pada negara berpendapatan rendah hingga menengah. Selain itu, cenderung ditemukan pada wilayah berpopulasi tinggi.
Misalnya di India, Brasil dan Indonesia. Kondisi ketiga negara tersebut cenderung mirip mulai dari pendapatan negara, populasi hingga iklimnya. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap malnutrisi di wilayah tersebut.
“Ada penelitian kusta berhubungan dengan kekurangan nutrisi, ada korelasi. Orang yang rentan kusta cenderung malnutrisi. Ada kemungkinan kusta gampang menyerang orang dengan sistem kekebalan imunnya yang rendah,” kata Hana.
Di Indonesia, Provinsi Papua dan Papua Barat menjadi daerah dengan kasus baru penyakit kusta terbanyak di Indonesia. Berdasarkan data Balitbangkes Papua, total terdapat 1.022 kasus baru penderita kusta selama setahun terakhir hingga 2022. Di Papua Barat menempati angka tertinggi kategori penemuan kasus baru (new case detection rate/NCDR) per 100.000 penduduk, yakni 71,19.
Tiga daerah lainnya dengan NCDR tertinggi yakni Maluku Utara (39,49), Papua (29,75), dan Maluku Utara (16,49). WHO menetapkan NCDR sebagai indikator untuk eliminasi penyakit kusta.
Namun, kata Hana, penyumbang kasus kusta terbanyak di Indonesia justru bukan dari Papua. Secara angka absolut, Jawa Timur menempati posisi tertinggi, terutama ditemukan banyak kasus penderita kusta di Madura dan kawasan Pantura.
Kata Hana, Papua dan Papua Barat hanya mengontribusikan prevalensi (jumlah kasus kusta per 10.000 penduduk) kusta. “Saat dibandingkan penemuan kasus baru dengan jumlah penduduk, di Papua justru lebih besar (karena kasus baru banyak dan jumlah penduduk sedikit). Sementara di Jawa, masih banyak kasusnya terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah,” ujar Hana.
Hana mendesak berbagai pihak untuk konsisten mengeliminasi kasus kusta di Indonesia, terutama menangani penyebab penyebaran penyakit kusta di Indonesia. “Bahkan kalangan akademisi, ayo ramai-ramai membuat pengembangan, inovasi terkait eliminasi penyakit kusta. Kontribusi akademisi kita dibanding India dan Brasil masih jauh,” ujar Hana.
Sinergi Atasi Penyakit Kusta
Direktur Eksekutif NLR Indonesia Agus Wijayanto mengatakan, urusan mengeliminasi penyakit kusta memang bukan hanya urusan pemerintah, termasuk Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan. Namun perlu sinergi dengan pihak lain agar jumlah penderita kusta di Indonesia semakin berkurang.
“(Penyakit kusta) bukan hanya masalah kesehatan tapi juga sosial dan ekonomi. Integrasi antardinas harus ada. Bersama masyarakat hingga perguruan tinggi, kita harapkan eliminasi kusta semakin cepat dibandingkan target kita zero cases pada 2040. Peran media jangan lupa,” kata Agus.
Menurut Agus, NLR Indonesia mengapresiasi komitmen Kemenkes untuk menekan kasus prevalensi kusta di Indonesia. Pihaknya mengharapkan komitmen tidak hanya di pemerintah pusat tapi bisa sampai ke pemerintah daerah, terutama sosialisasi dan edukasi penyakit kusta di daerah.
Hingga kini, NLR Indonesia menghadapi tantangan. Misalnya, rotasi petugas kusta pada layanan kesehatan setempat. Mereka yang sudah biasa menangani kasus kusta justru dipindahtugaskan. “Ini yang tidak sustainable (berkelanjutan),” kata Agus.
NLR Indonesia, kata Agus, hingga 2028 mendorong berbagai kebijakan di berbagai tingkat. Terutama mendorong kebijakan daerah terkait eliminasi kusta serta alokasi anggaran untuk pencegahan penyebaran penyakit kusta. Selain itu, fokus cara perawatan dan penanganan pasien kusta.
Di sisi lain, pihaknya juga mendorong mengelokasikan sumber daya manusia (SDM) serta pendampingan kawan kusta agar informasi kusta teredukasi dengan benar di masyarakat.
Selain itu berupaya penuh mencegah dan terus berkontribusi membantu OYMPK untuk mendapatkan hak dan mengakses semua layanan kesehatan hingga pekerjaan tanpa terstigma.
“Kami mendorong OYPMK menyuarakan suaranya kepada pengambil kebijakan serta berjejaring dengan pegiat disabilitas dan kawan-kawan lain agar suara mereka bisa ditangkap lebih luas. Serta membuka akses dinas sosial, tenaga kerja untuk mengakses kehidupan lebih baik sehingga mereka bisa mendapatkan hak pekerjaan/ buka usaha lebih baik serta tidak kena stigma,” ujar Agus.
Sepakat bahwa penuntasan angka kusta butuh sinergi dari berbagai pihak, bukan pemerintah saja. Kita masyarakat harus ikut andil dalam program ini dalam bentuk apapun, termasuk mendukung hal-hal positif seperti sosialisasi yang konsisten dilakukan NLR Indonesia yang bekerja sama dengan banyak pihak terkait
sosialisasi tetap harus dijalankan ya, karena masih banyak anggapan masyarakat bahwa kusta adalah penyakit turunan yang susah disembuhkan.
penderita kusta yang belum memeriksakan diri juga harus segera mendapat penanganan sih ya, mereka harus jujur dan gak perlu takut untuk ketemu paramedis.
Kusta adalah penyakit yang dapat sembuh. Penderitanya akan berubah jadi penyintas dan tentunya bisa beraktifitas normal dan kembali berdaya. Kita harus terima dan dukung mereka kembali kemasyarakat
Rupanya ada korelasi ya antara keadaan di suatu negara, terutama dengan ekonomi berkembang dengan jumlah populasi tinggi untuk penyebaran kusta ini. Jadi sedikit mengerti sih, mengapa kusta masih menjadi masalah — termasuk dibubuhi pula sama stigma atas keadaan kesehatannya — yang membuat kusta masih jadi penyakit endemi pada beberapa wilayah di tanah air.
Sebagai orang Jawa Timur sangat terjejut begitu mengetahui bahwa ternyata penderita kusta di Jawa Timur tertinggi di Indonesia. Dan angka penderita baru di Indonesia tinggi juga ya
Wah tinggi juga angka penderita kusta di Indonesia semoga saja langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam mengatasi kusta bisa berjalan dengan baik, dan bisa menekan angka penderita kusta
Semoga di momen Hari Kusta Sedunia ini makin banyak lagi informasi dan edukasi secara tepat mengenai kusta, karena memang hal itu dibutuhkan agar stigma bisa dihilangkan, berikut juga dengan penurunan angka kusta baru ya.
Yuk, saling bersinergi demi zero kusta.
Stigma ini yg harus diluruskan, biasanya oypmk yg selalu tertekan karena ada anggapan miring tentang kusta. Selain itu penderita harus diberdayakan agar siap berkarya saat bermasyarakat kembali
Waduh ngeri juga ya Indonesia termasuk negara dengan penderita kusta terbanyak ketiga di dunia. Semoga ke depan tidak ada lagi kasus-kasus baru dan pemerintah bisa makin memaksimalkan pencegahan dan pengobatan kusta.
Kusta bukan penyakit keturunan. Ini maknanya besar sekali.
Karena mitos di masyarakat masih mengucilkan para penderita kusta ataupun OYPMK.
Dengan edukasi yang tepat untuk keseluruhan, ODGJ bisa segera tertangani dan penyakit kusta di INdonesia tidak lagi menjadi penyakit mengerikan.
Stigma negatif tetang kusta banyak tersebar di masyarakat ya. Padahal kusta bukan penyakit yang menular dan bisa disembuhkan. Apalagi dengan kemajuan teknologi saat ini, Insya Allah perawatannya jadi lebih mudah.
Selamat Hari Kusta 2024
Semoga tahun ini penderita kusta semakin menurun ya mas
Menuju Indonesia bebas kusta
Ternyata masih banyak ya penderita kusta di Indonesia. Sedih dengarnya. Apalagi saat ini kusta masih jadi stigma negatif di masyarakat
KBR rutin setiap tahun mengadakan acara ini, yang secara aktif mensosialisasikan tentang kusta. Kita harus pastikan bersama OYPMK tetap bisa mendapatkan pekerjaan yg layak
Duh, baru tahu kalau jumlah penderita kusta di Indonesia itu terbesar ketiga di dunia. Pantas saja pemerintah begitu fokus pada hal ini karena ingin menurunkan jumlah penderitanya. Sebagai rakyat Indonesia tentunya kita harus bersama-sama dengan pemerintah untuk mewujudkannya.
Apa? Jawa Timur menempati posisi tertinggi untuk kusta ini? Semoga dengan upaya KBR selama ini membuahkan hasil dengan berkurangnya penderita kusta.
Menghapus stigma di masyarakat memang tidaklah mudah karena sudah melekat sejak lama, secara turun temurun tentang apa itu kusta menurut mereka. Tapi bukan tidak bisa dihapus. Berbekal kesabaran semua bisa dicapai
Semoga dengan adanya campaign tentanmg penderita kusta ini, makin meningkatkan awareness banyak orang bahwa penderita kusta masih pantas untuk terus berkarya, bekerja dan besosialisasi dalam masyarakat ya kak
semoga stigma buruk masyarakat tentang kusta tuh bisa hilang ya dengan adanya sosialisasi seperti ini.
Semoga upaya eliminasi kasus kusta terus ditingkatkan, ya. Kita semua perlu berperan aktif dalam mendukung penelitian dan inovasi terkait penyakit ini. Selain itu, perlu sinergi antarwilayah untuk mengatasi kasus kusta di seluruh Indonesia. Semangat untuk semua yang terlibat dalam upaya eliminasi penyakit kusta!
Ngeri kalau liat penyakit kusta. Apalagi ternyata penyebabnya bukan karena genetika ya. Tapi bisa karena faktor lingkungan atau gizi buruk. Semoga bisa sembuh ya dan bisa membaur dengan masyarakat. Sedih kalau lihat penderita kusta bukannya menurun, tapi malah meningkat
semoga ke depannya penyakit kusta ini bisa semakin berkurang ya kasusnya, mas. agak ngeri nih saya sama gambar kakinya
Setuju sekali mbak! Stigma masyarakat terhadap penyakit kusta memang harus dihilangkan ya biar mereka memiliki kesempatan yang sama dalam memenuhi kebutuhan hidup
Wah penderita kusta dari Tahun 2022 ke 2023 ternyata mengalami peningkatan ya kak. Semoga aja dengan adanya 6 pilar itu, jumlah penderita kusta tahun ini bisa menurun ya. Apalagi dengan adanya transformasi layanan primet yang termasuk kemandirian obat yang tidak bergantung WHO. Terus Kemenkes berinisiatif membuat obat sendiri supaya pengobatan penderita kusta tidak terputus. Keren deh
susah kalau stigma sudah terbentuk, untuk menghilangkan perlu sosialisasi pada masyarakat. sehingga kehidupan orang dengan kusta akan lebih baik