14 Februari dijuluki sebagai Hari Kasih Sayang. Berhubung masih single (ngakunya..), jadi tidak ada yang memberi kasih sayang entah berupa bunga, coklat atau ciuman.
Namun kasih sayang, bagiku, bukan melulu dari seorang pacar. Kita bisa mendapatkannya dan membagikannya kepada orang terkasih di dekat kita, misalnya orang tua, guru, pimpinan, hingga teman-teman.
Valentine tahun ini juga makin spesial karena ada perusahaan spesial yang memberikan bukti kasih sayang. Kadonya tidak tanggung-tanggung, liburan ke tambang Batu Hijau milik Newmont Nusa Tenggara (NNT) di Kecamatan Sekongkang, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai 14-22 Februari 2016.
Malam sebelum berangkat, saya terbiasa tidak tidur untuk mengantisipasi tertinggal pesawat terbang. Saya hampir pernah tertinggal penerbangan pesawat saat traveling ke Malang lima tahun lalu hanya gara-gara ketiduran.
Saat itu penerbangan jam 07.00 WIB tapi saya baru berangkat dari kosan di Salemba Jakarta Pusat pukul 06.00 WIB.
Meski saya bekerja di salah satu maskapai penerbangan, bukan berarti saya akan dianakemaskan. Penumpang tetap penumpang. Anda telat check-in, siap-siap tertinggal pesawat.
Agar tidak terulang, saya pun begadang semalaman meski pesawat dijadwalkan terbang pukul 08.20 WIB. Panitia #NewmontBootcamp meminta peserta, khususnya dari Jabodetabek dan Bandung kumpul di Bandara Soekarno-Hatta pukul 06.00 WIB.
Peserta dari Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Lombok berangkat lebih awal dan telah menunggu di Lombok.
Dengan mata setengah watt, kami akhirnya bisa bertemu dan siap-siap terbang ke Lombok, sebelum akhirnya ke Sumbawa mengikuti #NewmontBootcamp.
Keseruan sudah terjadi mulai dari check-in hingga diajak sarapan pagi di sebuah restoran di Terminal 1C. Saat itu saya makan rawon meski harganya sekitar Rp 50 ribu seporsi.
Cukup mahal untuk hanya sepiring rawon. Tapi tenang saja, kali ini Newmont Nusa Tenggara mentraktir kita semua sebagai kado valentine.
Di atas pesawat, kebetulan pesawat yang kami tumpangi sepi penumpang. Kami yang sudah ditata sedemikian rupa oleh maskapai, tiba-tiba langsung berhamburan mendekati jendela pesawat, demi mengabadikan keindahan ciptaan Tuhan.
Tiba di Bandara Praya, Lombok, kami pun disuguhi pemandangan luar biasa dari penduduk sekitar. Mereka berkerumun di depan pintu kedatangan demi menyaksikan penumpang pesawat.
Selidik punya selidik, kehadiran bandara baru ini menghebohkan masyarakat sekitar. Penduduk hingga rela bermalam demi menyaksikan penumpang dan hilir mudik pesawat landing dan take off.
Kondisi serupa juga terjadi di Bandara Notohadinegoro Jember. Anak-anak taman kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Dasar (SD) rela menunggu di balik pagar hingga menyaksikan pesawat take off.
Saat pesawat take off, masyarakat sekitar pun melambaikan tangan sambil teriak..woiiii kapal njaluk duite (Hai pesawat terbang, minta duitnya). Hayooo…siapa yang masa kecilnya kayak gitu dulu?
Di Lombok, kami bertemu dengan External Relations PT NNT Arie Burhanuddin. Beliau lah yang akan menjadi pemandu kami selama berada di Batu Hijau, lokasi penambangan PT NNT.
Dari Bandara Praya, kami naik bus pariwisata menuju Pelabuhan Kayangan di Lombok Timur sekitar 1,5 jam. Di pelabuhan tersebut, ada dua pintu masuk berbeda. Satu untuk pelabuhan umum dengan kapal ferry yang siap menyeberangkan penumpang dan satu bagian lagi khusus untuk karyawan Newmont, tentunya dengan kapal khusus.
Namun lagi-lagi Newmont memberi kado. Pelabuhan khusus tersebut tak hanya khusus bagi karyawan Newmont. Bagi pemilik KTP Sumbawa Barat hanya dikenakan tiket Rp 75 ribu. Di luar itu harus membayar Rp 150 ribu per orang.
Saya berpikir bus pariwisata yang kami tumpangi tadi akan masuk ke kapal Ferry tersebut, selayaknya di Pelabuhan Bakauheni, Gilimanuk, atau pun Lembar. Ternyata kami berhenti di pelabuhan khusus tersebut.
Saat itu saya baru merasakan pemeriksaan ketat di Pelabuhan Kayangan, khususnya pelabuhan khusus bagi Newmont itu. Ada pemeriksaan x-ray (namun kebetulan saat itu tidak dioperasikan) sehingga tas kami hanya digeledah masing-masing. Pemeriksaannya sudah seperti di bandara.
Sambil menunggu kapal datang, kami duduk di ruang tunggu yang telah disediakan sambil menunggu peserta dari Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Lombok. Kami juga dibagikan tanda pengenal khusus sebagai tanda masuk pelabuhan.
Di Pelabuhan Kayangan hanya ada dua kali pelayaran yakni pagi dan sore hari. Bila ingin ke Sumbawa langsung melalui travel bisa memakai bus khusus dari Mataram. Tentunya tetap memakai jasa kapal Ferry sebagai media penyeberangannya.
Kapal penyeberangannya pun datang. Kami bersiap naik kapal melalui jembatan khusus dengan pemandangan alam menakjubkan di Lombok Timur.
Kapal Nusa Tenggara Satu siap membawa peserta #NewmontBootcamp menuju Pelabuhan Benete di Sumbawa Barat dengan perjalanan 1,5 jam. Kapal ini termasuk mewah meski bukan sekelas kapal pesiar.
Saat itu cuaca cerah sehingga ombak pun bersahabat. Akibat semalam belum tidur, saya pun akhirnya terlelap di antara teman-teman yang sibuk selfie dan mengabadikan keindahan alam dari atas kapal.
Akhirnya saya menginjakkan kaki di Pelabuhan Benete, Sumbawa Barat untuk pertama kalinya.
Sore itu kami disambut pemandangan jelang matahari tenggelam dan eksotisme Benete. Ini seolah menghilangkan penat sejenak dari rutinitas kantor.
Meski saya sudah terbiasa ke luar negeri, belum puas rasanya bila tidak menginjakkan kaki di Tanah Air sendiri, khususnya di kepulauan-kepulauan Indonesia.
Di #NewmontBootcamp ini saya merasa bisa belajar banyak hal tentang apapun. Dalai Lama pernah mengatakan, once a year go some place you’ve never been before.
#NewmontBootcamp memberi kesempatan bagi masyarakat umum meski tidak mengetahui seluk beluk tambang sekalipun.
#NewmontBootcamp pula jadi kado terbaik valentine tahun ini yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Semoga tahun depan Newmont Nusa Tenggara masih memberikan kado ini lagi. Amin.
Wah, padahal saya ngaterin ibu saya ke bandara loh mas. Klo tahu ada mas Didik bisa foto-foto yah. Waktu di Hotel Manhatthan datang gak ya mas?
Kan kemarin kita salaman Kang di bandara. Kebetulan saya lagi sakit pas acara di Manhattan. Salut buat keluarga Ibu Intan ini. Semua keluarga penulis. Mantap..hehe..