Pepatah lama mengatakan, mulutmu harimaumu. Itu menandakan hati-hati dalam berbicara karena bisa menyakiti seseorang, bahkan bisa memicu perpecahan.
Sekarang, sesuai dengan perkembangan zaman, berbicara tidak hanya melalui mulut, tapi bisa melalui media sosial dengan mengetik status di Facebook, Twitter, Instagram, blog, dan media sosial lainnya.
Berbekal kebebasan berekspresi, negara kita cukup liberal dalam bermedia sosial. Masyarakat bebas mengkritik siapa pun, termasuk pemerintah.
Dengan memakai tanda pagar (hashtag), masyarakat bisa berkreasi menyampaikan sesuatu kepada lembaga bahkan pemerintah. Bahkan tagar tersebut bisa menjadi trending topic jika seluruh kalangan masyarakat ramai-ramai mencuit (tweet).
Cara itu lebih gampang untuk menyuarakan sesuatu, bahkan kritik terhadap pemerintah sekali pun. Media mainstream kini pun kadang mengambil tagar di media sosial sebagai bahan berita.
Alhasil, kritik tersebut bisa tersampaikan ke penguasa, secara cepat, tanpa perlu harus datang ke Istana Negara atau gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Namun, akhir-akhir ini media sosial ramai dengan berita bohong (hoax), ujaran kebencian, hingga berujung isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Apalagi mendekati tahun politik, keriuhan di media sosial makin menjadi.
Agar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tetap utuh, kita sebagai masyarakat harus menjaga dalam bertutur kata di media sosial. Jangan percaya setiap berita di lini masa atau sebaran siaran (broadcast) dari grup WhatsApp.
Aku ingat dan pernah keluar dari kelompok WhatsApp keluarga dan alumni sekolah gara-gara perbedaan pandangan politik. Grup yang seharusnya sebagai ajang silaturahmi, malah menjadi ajang mencaci demi syahwat politik jagoan.
Alhasil, bukan kesatuan yang didapat, malah perpecahan semakin dekat. Tak peduli itu keluarga atau pun sahabat.
Ini lah yang kita takutkan dengan perkembangan informasi. Di satu sisi bisa mendekatkan dengan yang jauh, tapi juga bisa menjauhkan yang dekat, hanya karena berbeda pendapat.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan, jumlah pengguna internet di Indonesia pada 2017 mencapai 143 juta jiwa dari total 262 juta penduduk.
Sekitar 58,08 persen dari pengguna internet tersebut berada di Pulau Jawa, sisanya di luar Jawa. Ke depan, penetrasi internet diharapkan semakin merata. Berimbas juga ke penyebaran berita bohong (hoax) yang semakin meluas, jika tanpa pembatas.
Dalam Undang-Undang Nomor 11/Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), seseorang bahkan bisa dipenjara akibat mendistribusikan, mentransmisikan, dan atau membuat konten yang melanggar atau tanpa konfirmasi kebenaran informasi tersebut.
Jadi waspadalah dalam membagikan informasi yang didapat. Jangan asal dapat, langsung sikat yang akhirnya merugikan orang lain, bahkan diri sendiri.
Lantas, apa saja konten yang dianggap melanggar UU ITE tersebut? Yuk simak.
1. Konten asusila
Siapa pun yang mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat konten asusila bisa dipidana paling lambat 6 tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
2. Pencemaran nama baik
Seseorang yang mengancam, memeras, dan mencermarkan nama baik dan atau fitnah bisa dijerat pidana paling lama 4 tahun atau denda Rp 1 miliar.
3. Sadap
Penyadapan informasi baik menggunakan jaringan kabel maupun nirkabel juga akan dipidana.
4. Perjudian
Konten yang memuat perjudian juga akan dipidana maksimal 6 tahun dengan denda Rp 1 miliar.
5. Berita bohong
Hukuman bagi seseorang yang membuat dan menyebarkan berita bohong (hoax) bisa dipidana paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
6. Ujaran kebencian (hate speech)
Penyebaran dan pembuatan konten hate speech bisa dipidana maksimal 6 tahun atau denda juga Rp 1 miliar.
Nah, waspadailah konten-konten tersebut. Jangan selalu percaya terhadap apa yang disebar di dunia maya. Selalu cek dan ricek kebenarannya agar yang disampaikan juga bisa bermanfaat bagi sesama.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Agus Yuwono bilang, media sosial sudah bnyk dipenuhi hoax, maka #sebarkanberitabaik untuk menangkalnya. Sebagai masyarakat yang cinta NKRI, sudah sepatutnya menjaga perdamaian dan kesatuan negeri ini.
Dengan #sebarkanberitabaik, kita bisa berbuat untuk menyelamatkan negara kita dari ujaran kebencian dan berita hoax atau konten-konten berbahaya yang melanggar UU ITE tersebut.
Polda Metro Jaya mengundang netizen pada 9 Mei lalu di Gedung Promoter untuk #SebarkanBeritaBaik di media sosial, bahkan hingga kelompok WhatsApp sekalipun.
Awalnya, saya ikut acara ini karena ingin bertemu Kapolda. Masa sudah 10 tahun di Jakarta, tidak mengetahui wajah Kapoldanya. Hahaha…maafkan.
Namun, di hari itu, saat coffee morning bersama netizen, acara sempat mundur hampir 2 jam dari jadwal. Aku pikir memang tidak mudah untuk mendatangkan Kapolda, meski Polda Metro Jaya yang mengadakannya.
Ternyata benar, di hari itu terjadi kerusuhan di Mako Brimob yang menewaskan 5 polisi dan 1 teroris. Bapak Kapolda sudah siaga sejak semalam sebelumnya di Mako Brimob untuk mengamankan situasi.
Lini masa sejak pagi sudah riuh dengan kasus tersebut, meski sudah bisa diimbangi #SebarkanBeritaBaik dari coffee morning kali ini.
Perwakilan blogger @ndorokakung juga berpesan kepada netizen (warganet) agar #sebarkanberitabaik agar dunia makin nyaman dan aman, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Inspektorat Pengawas Daerah Kombes Pol Komarul Zaman mewakili Kapolda juga mengingatkan, jempolmu harimaumu. Dengan jempol kita bisa #sebarkanberitabaik tapi juga bisa sebaliknya. Tentu kita ingin negara kita aman damai sentosa kan?
Untuk mengapresiasi masyarakat yang mau #sebarkanberitabaik, Polda Metro Jaya juga mengadakan lomba. Cek saja di posternya.
Hadiahnya gede gila. Yang lebih pingin lagi, diajak naik helikopter keliling Jakarta. Wuiiihh, pasti mengasyikkan sekali. Seumur hidup belum pernah naik helikopter sih..
Nah, tunggu apa lagi? Jika bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi? #SebarkanBeritaBaik
Betul sekali! Kebebasan berekspresi di media sosial memang pisau bermata dua. Jika tidak diimbangi dengan tanggung jawab, bisa memicu hoaks, ujaran kebencian, dan perpecahan. Kita perlu bijak dalam menggunakan media sosial
Bener banget Kak. Kalo dulu istilahnya mulutmu harimaumu sekarang ganti jadi jarimu harimaumu. Karena emang tiap postingan di media sosial harus dipertanggungjawabkan. Jangan misuh atau jelek2in orang lain atau brand nanti kena UU ITE. Kalaupun protes hendaknya dengan kalimat yg santun.
Sepakat, kita harus mempertanggungjawabkan apa yang kita lakukan termasuk menyebar informasi, bukan hanya sekedar klik ‘teruskan’ kemudian berdalih saya cuma meneruskan kok, la apa saat menerima informasi tersebut tidak dibaca dulu ya. Sebaiknya difilter dulu deh kemudian jika memang perlu diteruskan baru diteruskan
benar sekali ini, Mas. Termasuk lebih tajam lidah daripada pedang. dan kalau sekarang memang harus menjaga jempol nih, saat menggunakan media sosial. Jangan sampai mengumbar sesuatu. Dan saya suka heran. mereka tidak mengenal langsung orang itu, tapi malah seenaknya menghujat. Padahal media sosial hadir sangat banyak manfaatnya, termasuk menebar hal-hal yang baik.
Tertarik buat ikut lombanya. Sepertinya tema yang diberikan relate sekali dengan kehidupan saat ini.
Tapi, eits.. ternyata ini tahun 2018, ya. Hmm… ga jadi deh
Anyhow, memang benar sekali kita harus hati-hati dalam berucap, jangan sampai mulut kita menjadi penyebab malapetaka baik untuk diri sendiri atau bahkan untuk orang banyak
Lebih serem memang gibah di sosmed daripada lewat mulut sekarang soalnya ada jejak digital. Tapi kalau soal kritik jadi lebih cepat ditanggapi apalagi sekarang harus viral dulu baru di proses. Entah benar atau tidak, lebih mudah menyuarakannya melalui media sosial. Tentunya harus menggunakan kata-kata yang baik.
Memang gak bisa seenaknya berbicara atau menulis hal kurang apik di media sosial, karena ada aturannya. Lebih baik menyampaikan hal yang baik saja, karena juga kan feedbacknya buat kita sendiri
Sama Mas Didik, saya keluar dari WAG alumni SMA dan kuliah gara-gara groupnya sudah tidak sehat. Saling mencaci karena beda pilihan politik. Lucunya, daripada menjadi tempat silaturrahmi, group tersebut malah menjadi tempat share konten provokatif yang saling menyerang. Ternyata banyak juga yang begitu ya.