Tiga tahun terakhir, Apple selalu menduduki puncak sebagai merek perusahaan ternama dan termahal di dunia. Namun tahun ini, Google mulai mengalahkan dominasi Apple.
Berdasarkan studi tahunan BrandZ, lembaga Millward Brown melaporkan nilai perusahaan Apple menurun 20 persen dari US$ 185 miliar menjadi US$ 147 miliar. Di sisi lain, nilai perusahaan Google justru melonjak 40 persen, dari US$ 113 miliar menjadi Rp 158 miliar.
Begitu juga dengan Samsung meski hanya naik satu peringkat ke posisi 29 dengan nilai perusahaan naik 21 persen, dari US$ 21 miliar menjadi US$ 25 miliar.
Pertanyaan mendasar bagi Apple, apakah perusahaan bentukan Steve Jobs tersebut masih berorientasi sebagai perusahaan teknologi agar nilai perusahaan melonjak? Pertanyaan ini akan langsung terkait dengan kinerja perusahaan dan otomatis laba perusahaan.
Millward Brown melaporkan, tiga posisi puncak dalam perusahaan dengan merek termahal tersebut diduduki oleh perusahaan teknologi. Hal ini menegaskan perusahaan teknologi tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di seluruh dunia.
Di antara merek-merek perusahaan teknologi, posisi Microsoft juga melonjak terutama setelah merampungkan akuisisi Nokia bulan lalu. Nilai perusahaan naik 20 persen dari US$ 69 miliar menjadi US$ 90 miliar.
Namun IBM masih bertahan di posisi ketiga dengan peningkatan nilai perusahaan hanya empat persen. Perusahaan teknologi dengan peningkatan nilai perusahaan terbesar adalah Facebook. Perusahaan besutan Mark Zurkerberg itu naik 10 tingkat sebesar 68 persen dari US$ 21 miliar menjadi US$ 35 miliar.
“Metode pengukuran studi ini didasarkan pada valuasi nilai perusahaan, bukan berdasarkan dari kekuatan merek perusahaan, sebab hal itu akan sulit dihitung. Metodologi terbaik hanya dilihat dari tren pemasaran (produk) dan seberapa jauh masyarakat mengenal merek tersebut,” kata Millward Brown seperti dikutip MacRumors.
Penjualan Motorola
Salah satu pendongkrak nilai perusahaan Google yaitu saat Motorola dijual ke Lenovo. Perusahaan teknologi asal China itu rela membeli Motorola senilai US$ 2,91 miliar (sekitar Rp 35 triliun). Reuters menyebut transaksi ini merupakan transaksi terbesar Lenovo sejak didirikan.
Namun penjualan Motorola itu terbilang kecil dibanding saat pembelian Motorola oleh Google dua tahun lalu. Saat itu, Google membelinya US$ 12,5 miliar mencakup keseluruhan bisnis Motorola. Untung Lenovo hanya membeli divisi perangkat Motorola, tidak dengan seluruh patennya. Padahal paten merupakan aset paling besar dalam pembelian perusahaan.
Meski Motorola dijual, Google masih memiliki divisi penelitian Motorola, Advanced Technology and Projects (yang mencakup Project Ara). Lenovo hanya akan memiliki lisensi penggunaan teknologi yang dikembangkan dari situ. Kesepakatan ini masih harus melalui persetujuan terlebih dulu sebelum bisa dilaksanakan, baik persetujuan Pemerintah AS maupun China.
Dalam transaksi Motorola, Lenovo membayar US$ 600 juta dalam bentuk tunai dan US$ 750 juta dalam bentuk saham biasa. Selain itu, sekitar US$ 1,5 miliar akan dibayarkan dalam bentuk surat utang.
“Akuisisi merek yang sangat ikonik, dengan portofolio produk yang inovatif dan tim global yang sangat berbakat seperti ini akan menjadikan Lenovo pesaing global yang kuat di arena ponsel cerdas,” kata CEO Lenovo, Yang Yuanqing.
Inovasi Teknologi
Salah satu poin yang juga meroketkan nama Google sebagai puncak perusahaan termahal yaitu inovasi teknologi.
“Google telah menjadi sangat inovatif tahun ini dengan produk Google Glass. Perusahaan juga berinvestasi pada artificial intelligence dan berbagai kerja sama yang mereka lakukan,” kata Benoit Tranzer, Kepala Millward Brown Prancis.
Kehadiran Google Glass terbukti menarik antusiasme penikmat teknologi dunia. Tercatat, toko retail kacamata ternama di dunia, Luxottica, serta beberapa toko kacamata high end lainnya berhasrat menjual Google Glass di pasar AS.
Menurut Telegraph, investasi Google pada proyek self driving car, Google Glass, dan berbagai kerja sama Android termasuk jam tangan pintar, menghasilkan pendapatan US$ 15,4 miliar pada kuartal terakhir.
Penurunan Laba per Saham
Kekuatan bisnis Google semakin menggurita akibat semua divisi bisnisnya saling terintegrasi, meski divisi tersebut bisa berdiri sendiri. Hingga kuartal III-2013, Google meraih pendapatan US$ 14,11 miliar dan laba bersih US$ 3,23 miliar. Namun pendapatan per sahamnya turun menjadi US$ 9,56.
Salah satu penyebab penurunan laba per saham perusahaan adalah ekspektasi bisnis Google masih belum secemerlang yang diharapkan analis dan investor. Padahal, YouTube sebagai salah satu lini bisnis Google sudah menaikkan pendapatan sebesar 60 persen dibanding tahun sebelumnya. YouTube juga menjadi salah satu divisi yang mengontribusikan laba terbesar ke perusahaan.
Analis dan investor sebelumnya memerkirakan pendapatan Google seharusnya US$ 14,5 miliar dan laba per saham US$ 10,80. Kendati demikian, saham Google menembus US$ 1.000 untuk pertama kalinya pada Jumat (18/10) tahun lalu atas kinerja bisnisnya sepanjang sembilan bulan pertama di 2013.
Saham Google pada Jumat ditutup di angka US$ 1.011.4 (sekitar Rp 11,4 juta) dan telah meningkat 42 persen sejak awal 2013. “Kami mendekati tujuan yang indah, sederhana dan pengalaman intuitif,” kata pendiri dan CEO Google, Larry Page seperti dikutip BBC.
Google mulai menjual sahamnya di bursa pada Agustus 2004 dengan harga US$ 85 per lembar saham. Saat itu nilai pasar Google hanya US$ 23 miliar. Bandingkan dengan kondisi sekarang. Menakjubkan.