Bosan jadi pekerja? Kenapa tidak wirausaha saja? Kalimat itu terus terngiang di telinga. Berbagai macam buku juga memberikan banyak tips cara mudah berwirausaha. Apalagi pelatihan berwirausaha juga terus digencarkan tiap pekan.
Kepala Biro Perencanaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Ahmad Zabadi mengakui, jumlah wirausahawan di Indonesia masih minim. Bahkan masih kalah dengan negara tetangga.
Pada 2014, jumlah wirausahawan hanya 1,65 persen dari penduduk Indonesia. Pada 2016 meningkat menjadi 3,1 persen. “Target tahun ini tentu ingin lebih besar,”ujarnya saat Diskusi Proyeksi Perekonomian 2019, Peluang dan Tantangan bagi KUKM di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM di Jakarta, Rabu (7/11).
Zabadi bilang, Malaysia misalnya sudah memiliki persentase 5 persen wirausahawan dari total penduduknya, bahkan Singapura sudah 7,2 persen.
Di zaman serba teknologi seperti saat ini, kata Zabadi, menjadi wirausahawan semakin dimudahkan. Menjual barang pun bisa dilakukan melalui toko daring di perusahaan perdagangan digital (e-commerce).
“Bahkan ada survei terbaru, milenial lebih suka menjadi wirausahawan dibandingkan menjadi pegawai negeri sipil (PNS),” ujarnya.
Menurut Zabadi, wirausahawan bisa menjadi salah satu pilihan di saat banyak lulusan perguruan tinggi (PT) masih kebingungan mencari pekerjaan. Dengan berbekal ponsel, masyarakat pun bisa menjual barang atau jasa ke seluruh Indonesia, bahkan penjuru dunia. Baca juga 7 alasan UMKM harus jualan online.
Soal modal, Zabadi mengatakan, wirausaha muda tak perlu khawatir karena banyak akses perbankan atau bahkan perusahaan teknologi keuangan (financial technology/fintech/tekfin).
Bahkan, koperasi di Indonesia pun sudah mampu menyediakan akses pendanaan murah kepada masyarakat. Berdasarkan Kementerian Koperasi dan UKM, kriteria usaha mikro beraset maksimal Rp 50 juta dan beromzet maksimal Rp 300 juta, usaha kecil beraset Rp 50 juta-Rp 500 juta dan beromzet Rp 300 juta-Rp 2,5 miliar, dan usaha menengah beraset Rp 500 juta-Rp 10 miliar dengan omzet Rp 2,5 miliar-Rp 50 miliar.
Zabadi mengklaim, kontribusi koperasi terhadap perekonomian Indonesia terus meningkat sebesar 1,71 persen pada 2014 menjadi 4,48 persen pada akhir 2017. “Akhir tahun ini kami menargetkan kontribusi UKM terhadap perekonomian nasional mencapai 5 persen,” ujarnya
Untuk mendongkrak pencapaian tersebut, Kemenkop dan UKM telah membubarkan 40 ribu koperasi. Lha kokbisa? Ternyata, pembubaran tersebut karena pengurus tidak aktif serta aset tak berkembang.
Meski telah membubarkan banyak koperasi, kata Zabadi, performa koperasi tak menurun. Bahkan justru sebaliknya. Zabadi mengklaim dua koperasi mampu go internationalmenjadi bagian dari 300 koperasi besar dunia, yakni Koperasi Warga Semen Gresik dan Kisel.
Zabadi bilang, Kemenkop dan UKM terus mendorong pengelolaan koperasi secara sehat. Bukan hanya kuantitas, tapi Zabadi mendorong koperasi mampu tumbuh secara berkualitas. “Kita dorong mengkoperasikan masyarakat dan memasyarakatkan koperasi,” ujarnya.
Pencapaian tersebut, kata Zabadi, tak luput dari kepiawaian manajemen koperasi dalam memutar modal. Selain itu, mampu menyalurkan modal untuk kredit produktif, demi mendukung agar jumlah wirausahawan domestik semakin melangit.
Namun, saat ini, pertumbuhan kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agak melambat. Bank Indonesia (BI) menyatakan, kredit UMKM pada Agustus 2018 naik 8,01 persen (yoy). Namun, pertumbuhan itu melambat dibandingkan periode sebelumnya sebesar 9,09 persen.
Kepala ekonom BNI Ryan Kiryanto mengatakan, pertumbuhan kredit secara umum pada Agustus 2018 tumbuh 12,12 persen, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 11,34 persen. “Namun, pelambanan kredit UMKM pada periode itu hanya sementara,” ujar Ryan.
Menurut Ryan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2018 mencapai 5,17 persen. Meski meningkat secara tahunan, perekonomian dinilai tidak signifikan akibat pelemahan harga komoditas global.
Di sisi lain, permintaan masyarakat terhadap komoditas tersebut juga rendah sehingga menekan perekonomian. Ditambah lagi, impor melonjak.
“Perbankan juga hati-hati menyalurkan kredit, terutama perdagangan, konstruksi, dan pertambangan. Sektor tersebut bukan bermasalah, tapi perbankan akan lebih selektif menyalurkan kredit ke sektor itu,”katanya.
Ryan mengatakan, rasio kredit bermasalah (NPL) pada Agustus 2018 mencapai 2,74 persen, meningkat tipis dibanding Juli 2018 sebesar 2,73 persen. Sejak awal tahun, lonjakan NPL tersebut banyak dikontribusikan dari sektor konsumsi rumah tangga, perdagangan, jasa dunia usaha, dan konstruksi.
Dari sisi wilayah, rasio NPL masih terjaga di bawah 5 persen, kecuali di Kalimantan Timur yang mencapai 5,7 persen atau tertinggi se-Indonesia. “Lonjakan NPL tersebut akibat penurunan kinerja di sektor pertambangan,” ujarnya.
Menurut Ryan, kinerja manufaktur dan jasa butuh perbaikan di kawasan tersebut sehingga bisa menggantikan sektor yang terdampak. Pemerintah, kata dia, gencar membangun infrastruktur serta mengalokasikan dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) untuk mendongkrak perekonomian.
Ryan optimistis, kinerja kredit secara umum, terutama UMKM akan melonjak di akhir tahun ini atau awal tahun depan seiring lonjakan permintaan dari sektor-sektor lainnya.
Business Development & Sales Officer Du’Anyam Juan Firmansyah mengatakan telah memberdayakan perempuan di sekitar Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk berwirausaha. Kawasan timur Indonesia yang kaya lontar dan seni anyaman mendorong UKM Du’Anyam membangun wirausaha berbasis komunitas (community development).
UKM Du’Anyam berawal dari menjual sandal hingga perangkat desain interior ke hotel. Paling fenomenal, UKM Du’Anyam berhasil memenangkan tender pembuatan souvenir Asian Games 2018 dan saat perhelatan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia di Bali, beberapa waktu lalu. Keren banget ya.
Awalnya, usaha tersebut tak berjalan mulus karena banyak hotel dan panitia Asian Games menolak. Namun, berkat kegigihan dan semangat ingin memberdayakan perempuan di NTT mendorong Du’Anyam terus berkreasi menciptakan produk inovatif dan kekinian.
“Kami tidak hanya menjual produk, tapi semangat ingin memberdayakan perempuan, melestarikan budaya, hingga meningkatkan kesehatan masyarakat setempat,” kata Juan.
Berkat bimbingan Du’Anyam, banyak perempuan di NTT tertolong dan mampu meningkatkan pendapatannya hingga Rp 1,5 juta per minggu. “Perempuan di sana juga berhak mendapatkan penghasilan, tidak hanya menunggu dari suami tapi bisa mandiri,” ujarnya.
Du’Anyam kini memberdayakan 610 penganyam, meningkatkan 40 persen pendapatan perempuan, 55 persen tabungan perempuan, dan 17 persen peningkatan nutrisi anak-anak.
Pada 2020, Du’Anyam ingin menjadi supplier utama kerajinan anyaman unik dan berkualitas dan berdampak sosial, memberdayakan 2.000 perempuan, dan meningkatkan 30 persen pendapatan perempuan.