BlackBerry kini akan fokus mengejar profitabilitas namun dengan tidak akan menggelontorkan banyak produk baru ke pasar. BlackBerry juga akan fokus ke pasar korporasi dibanding pasar ritel yang selama ini membesarkan namanya.
CEO Jhon Chen yang mulai memegang kendali BlackBerry sejak November 2013 telah bergerak cepat mengembalikan bisnis BlackBerry yang terus merugi. Ia fokus menjual aset, menurunkan biaya produksi, memerluas aplikasi hingga menjual real estate di Waterloo, Ontario. “Saya akan melakukan apa yang saya bisa agar BlackBerry tidak merugi lagi. Ini yang akan saya fokuskan,” katanya.
Eksekutif berusia 59 tahun kelahiran Hong Kong ini sempat menjadi bos di Sybase, perusahaan perangkat lunak yang diselamatkan dari kerugian dan mampu dijual ke SAP senilai US$ 5,8 miliar dalam 10 tahun kepemimpinannya.
“Jika Anda melihat rekam jejak saya di Sybase, saya pikir saya bisa memertahankan keuntungan selama 60 kuartal berturut-turut. Kami akan bertahan dan sekarang saya agak percaya diri mengelola BlackBerry,” katanya.
Di tengah persaingan vendor Apple dan Samsung, BlackBerry cukup aman bermain di bisnis handset dengan merilis ponsel Passport. “Produk ini produk sukses, tapi kami tidak memproduksi banyak sehingga pasokan benar-benar terbatas,” katanya.
Hingga kini belum ada produk yang jelas yang akan dirilis BlackBerry tahun depan. Selama ini, BlackBerry hanya merilis produk baru yang radikal, Passport, BlackBerry Classic dan produk menengah Z3. “Saya tidak akan memproduksi perangkat dengan tujuan umum, apalagi hanya karena layar sentuh lima inci,” katanya.
Sekitar 25 dari 37 analis Thomson Reuters memertahankan saham BlackBerry dalam posisi hold. Hanya satu yang menyarankan untuk membeli saham dan sisanya jual saham.
Saham BlackBerry di bursa Kanada bertahan di C$ 6 dan C$ 12,50 setahun terakhir. “Secara keseluruhan kami pikir John melakukan pekerjaan solid namun perhatian kami bagaimana permintaan produk ini ke depan. Apakah akan selaris seperti dulu atau malah memburuk,” kata analis Morningstar Brian Colello.
Sumber: Business Insider