belanja online

belanja-onlineHasil riset Brand & Marketing Institute (BMI) mengungkapkan, nilai belanja online tahun ini diprediksi mencapai Rp 50 triliun. Hal ini menunjukkan peningkatan dua kali lipat dari tahun lalu yang mencapai Rp 21 triliun.

“Dengan asumsi nilai belanja yang sama, ini merupakan kondisi positif bagi pertumbuhan bisnis pasar belanja online Indonesia,” kata Head BMI Research Yoanita Shinta Devi di Jakarta, Kamis  (22/1).

Menurut dia, belanja onlinesudah menjadi kebutuhan dan gaya hidup masyarakat urban. Belanja online dinilai tidak hanya menghemat waktu, namun juga memberi kesempatan konsumen mendapat penawaran harga terbaik.

Seiring peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia, hasil riset BMI mengungkapkan tahun lalu pengguna belanja online mencapai 24 persen dari total pengguna internet. “Pasar belanja online di Indonesia akan tumbuh hingga 57 persen tahun ini,” katanya.

Riset tersebut dilakukan Desember 2014 dengan mengambil 1.121 orang responden berusia 18-45 tahun di 10 kota besar Indonesia, yakni Padang, Palembang, Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, dan Samarinda. 10 kota besar ini dianggap merefleksikan jumlah pengguna internet sebagai kerangka sampel.

Potensi pertumbuhan industri pasar belanja online di Indonesia sejalan dengan target pengguna internet yang dicanangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun ini mencapai 150 juta pengguna internet dari total penduduk Indonesia sekitar 255,5 juta jiwa.

Dari sisi demografi, kata Yoanita, yang paling berminat terhadap belanja online sebagian besar adalah perempuan (53 persen) dan didominasi usia muda, yakni 56 persen antara 18-30 tahun.  “Kebanyakan kalangan pelajar, baik tingkat SMU atau mahasiswa dan juga mereka yang baru mendapatkan pekerjaan,” katanya.

Kecenderungan perempuan yang meminati belanja online juga terlihat dari produk-produk favorit yang laku terjual, yaitu fesyen 41 persen, dan kosmetik 40 persen, gadget dan elektronik masing-masing 11 persen. Sebagian besar konsumen berbelanja online bertransaksi menggunakan mobile device,” kata Yoanita.

Meski sudah menjadi tren, ternyata masih banyak masyarakat yang tidak menyukai belanja online. “Sekitar 36 persen responden tidak ingin bertransaksi di online shop karena tidak percaya jual beli online,” katanya.

Praktisi public relations yang juga Managing Director Imogen Suharjo Nugroho mengatakan, ada masyarakat yang belum percaya belanja online akan memicu pelaku online shoplebih mengampanyekan dirinya. Kampanye public relations harus diperhitungkan sebagai langkah utama perusahaan dalam menjaga dan memerkuat citra dalam berbisnis online shop.

“Kampanye PR melalui media mampu menciptakan citra positif, baik terhadap sistem transaksi online maupun terhadap kredibilitas online shop tersebut,” katanya.

Praktisi Digital Manifesto Matthew Rompas mengatakan, kampanye digital dan media sosial juga diperlukan mengingat konsumen utama online shop berasal dari pengguna internet.”Sebenarnya prospek utama konsumen online shop adalah pengguna internet. Jadi membangun kedekatan dengan mereka di dunia digital dan media sosial menjadi sangat penting,” katanya.

 

By Didik Purwanto

Copywriter | Ghost Writer | ex Business Journalist | Farmer

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *