Banyak anak muda sekarang memilih untuk menunda pernikahan. Beragam alasan mereka kemukakan. Dari yang sekadar remeh temeh hingga opini yang cukup layak dipertimbangkan. Alasan anak muda menunda pernikahan bisa menjadi pandangan sebelum membuat keputusan.
Jumlah Angka Pernikahan di Indonesia
Contents
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tren angka pernikahan di Indonesia terus mengalami penurunan. Pada 2023, angka pernikahan di Indonesia mencapai 1.577.255 kasus. Angka tersebut menurun 128.000 kasus jika dibandingkan dengan 2022.
Bahkan dalam satu dekade, angka pernikahan di Indonesia sudah menurun 28,63 persen. Perubahan angka yang patut diwaspadai karena persentasenya lumayan banyak.
Terdapat empat provinsi yang mengalami penurunan angka pernikahan di Indonesia. Jawa Barat berkontribusi paling banyak dengan 29.000 kasus. Disusul Jawa Tengah dengan 21.000 kasus, Jawa Timur 13.000 kasus dan DKI Jakarta 4.000 kasus.
Angka pernikahan ini adalah jumlah orang yang mencatatkan pernikahan dalam satu waktu. Jika kasus menurun, berarti angka pernikahan di suatu daerah berkurang.
Sebenarnya ini bukan kabar yang bagus. Memang di satu sisi bagus karena akan mengurangi populasi yang terus padat. Karena salah satu esensi pernikahan memang untuk melanjutkan keturunan.
Namun di sisi lain akan berdampak ke kelanjutan generasi, terutama untuk kelangsungan sebuah negara. Bagaimana pun, kelanjutan sebuah negara akan ditopang penduduk produktif. Penduduk tersebut lah yang akan menopang perekonomian ke depan.
Kita tentu tidak ingin bernasib seperti Jepang kan yang notabene jumlah penduduk tua lebih banyak dibandingkan yang muda. Apalagi angka hidup orang Jepang termasuk tertinggi di dunia.
Masalahnya, negara harus memberikan jaminan kepada orang tua tersebut. Anggaran negara bisa jebol kalo digunakan untuk mengurus mereka.
Sementara anak mudanya lebih senang kawin tapi nggak mau menikah. Otomatis ya angka kelahiran anak menjadi rendah. Bahkan Jepang sampai memberikan bantuan dana kepada anak muda yang mau menikah. Tapi anak mudanya malah bergeming.
Jadi ingat Jepang tuh nomor satu urusan produksi bok*p di dunia. Produksi film syur itu beralasan agar anak mudanya mau menikah dan melakukan adegan itu agar lekas punya anak. Eh hasilnya malah berbeda. Mereka lebih senang kawin daripada menikah. Laaah!
Penyebab Penurunan Angka Pernikahan
Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) Bagong Suyanto bilang, penyebab penurunan angka pernikahan karena peluang perempuan untuk mengembangkan potensi diri semakin terbuka.
Saat ini, kesempatan perempuan untuk sekolah hingga meniti karier semakin besar. Selain itu, ketergantungan terhadap perempuan pun menurun.
Sebenarnya ini menjadi hal bagus. Karena perempuan lebih bisa berdaya. Bahkan bisa meniti karier hingga menempati posisi puncak perusahaan.
Di sisi lain, keberadaan laki-laki dengan kondisi ekonomi mapan makin menyusut. “Keberadaan laki-laki mapan makin berkurang. Sekarang mencari pekerjaan semakin sulit,” kata Bagong.
BACA JUGA:
- Persiapan Keuangan untuk Perempuan Baru Menikah
- Tips Mengatur Keuangan Bagi Pasangan Baru Menikah
- Tips Bikin Desain Unik Undangan Pernikahan
- Meraup Untung Bisnis Pernikahan
- Mengapa Masih Enggan Menikah?
Alasan Anak Muda Menunda Pernikahan
Beragam alasan anak muda menunda pernikahan. Mulai dari hal ekonomi hingga soal kehidupan. Karena memang nggak gampang menjalani kehidupan selepas pernikahan. Ngga bisa senang-senang memikirkan pribadi seorang karena ada istri yang menjadi tanggungan.
Berikut alasan anak muda menunda pernikahan:
Faktor Ekonomi
Biaya Pernikahan Tinggi
Biasanya anak muda mengeluhkan biaya pernikahan yang tinggi. Mereka tertekan kondisi psikologis seiring tren pernikahan yang wajib prewedding, mahar mahal, konsep pernikahan yang elegan, tenda pernikahan yang mewah hingga paket honeymoon ke luar negeri.
Belum lagi kalau mertua ingin sang anak perempuannya memiliki mantu kaya dan ganteng kayak Oppa Korea. Wah pasti lelaki zaman now harus sibuk operasi plastik demi meminang perempuan pujaan hatinya.
Di sisi lain, ada fenomena sebenarnya sang anak ingin nikah sederhana. Namun keinginan tersebut terhalang orangtua yang ingin pernikahan anaknya berlangsung mewah.
Ntar takut digosipin tetangga. Masak anak ibu ini cuman nikah di KUA. Nggak modal amat. Kasihan tuh mantunya. Pasti dikasih mahar dikit tuh. Atau jangan-jangan mantunya hamil duluan. Eh!
Kondisi Keuangan Pribadi
Beberapa orang menunggu sampai merasa stabil secara finansial. Bahkan lelaki harus sibuk banting tulang untuk menyiapkan biaya pernikahan yang cukup mahal.
Apalagi sesuai keinginan mertua yang mengharapkan biaya pernikahan diselenggarakan mewah. Nggak ingin dong anak perempuannya dijual murah.
Kalo udah begini, naudzubillah. Tapi rata-rata emang kondisi seperti ini udah lumrah. Kalo nggak bisa melakukan pernikahan mahal, ya dianggap lelaki sampah. Duh, jadi lelaki makin susah.
Jadi ingat kasus perempuan yang viral batal nikah H-3 karena ibunya ingin minta mahar sertifikat rumah. Waaah!
Pendidikan dan Karier
Banyak orang fokus pada menyelesaikan pendidikan tinggi sebelum menikah. Apalagi perempuan/lelaki yang saat ini meniti karier di sebuah perusahaan.
Tentu harus memiliki pendidikan tinggi demi sebuah peningkatan jenjang dan gaji. Dengan pendidikan yang tinggi berharap dapat pula pasangan dengan pendidikan tinggi. Otomatis, penghasilan juga menyesuaikan, kan? Make sense sih!
Perubahan Sosial dan Budaya
Perubahan Nilai Sosial
Masyarakat mulai mengubah pandangan mereka terhadap usia menikah. Sekarang banyak alasan anak muda menunda pernikahan karena lebih banyak individu yang merasa tidak terburu-buru untuk menikah.
Dulu usia 20 tahunan kalau belum menikah, udah dianggap nggak laku. Kalau udah usia 25 ke atas, dianggap perawan tua. Sekarang? Banyak anak usia 30 tahun ke atas banyak yang belum menikah.
Peningkatan Kemandirian
Salah satu alasan anak muda menunda pernikahan karena peningkatan jumlah perempuan yang memilih untuk lebih mandiri secara finansial sebelum menikah. Tentu hal ini menjadi salah satu penyebab perempuan nggak boleh topang dagu menerima duit suami.
Saat suami, amit-amit meninggal atau bahkan selingkuh di tengah perjalanan, perempuan dapat mandiri, tanpa merengek duit dari suami.
Pengaruh Urbanisasi
Gaya hidup perkotaan menjadi penyebab alasan anak muda menunda pernikahan. Urbanisasi membawa gaya hidup kota yang sering kali lebih menekankan pada karier dan pencapaian pribadi daripada pernikahan di usia muda.
Apalagi kalau melihat di sinetron hingga drakor kekinian. Rata-rata semua pasangan mapan sebelum masuk jenjang pernikahan. Dengan harapan, tidak ada masalah finansial hingga beragam masalah kehidupan ke depan.
Kalau ada masalah pun, bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Tanpa perlu ribut-ribut hingga masuk angin.
Pernikahan Sebuah Pilihan?
Share donk bagi kalian yang sudah menikah. Apakah kehidupan semakin membaik setelah pernikahan? Kalian dulu nikah di usia berapa? Berbeda usia berapa tahun dengan pasangan? Dan bagaimana kalian menjalani pernikahan di tengah beragam badai kehidupan?
Buat yang masih jomblo, tetap semangat mencari pasangan. Walau semakin sulit karena mertua makin tinggi menetapkan standar kriteria suami/istri idaman.
Dalam postingan selanjutnya, masih berurusan dengan duit, setujukah kalian kalau kartu ATM/kartu debit dihapus? Apalagi pembayaran nontunai makin beragam dan bagus. Akankah kiamat ATM dan kartu debit bakal terjadi seiring pembayaran pakai QRIS yang serba praktis dan bikin happy?
Ngeri juga ya kalau sampai krisis nikah dan tidak ada generasi baru. Satu sisi memang baik berarti tidak menambah jumlah penduduk. Tapi sisi lain akan terbuka peluang tidak baik. Seperti mau kawinnya saja.
Para ulama sepertinya harus turun tangan. Memberi pemahaman. Begitu juga pemerintah, harus bisa mensejahterakan rakyatnya. Agar generasi muda tidak mengkhawatirkan nasibnya. Bila sudah menikah
Menunda pernikahan merupakan fenomena yang semakin umum di kalangan anak muda masa kini. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang cenderung menikah di usia muda, banyak anak muda zaman now memilih untuk fokus pada diri sendiri, karir, dan pencapaian pribadi sebelum melangkah ke jenjang pernikahan.
Aku dulu nikah usia 26, suami 27. Sama-sama baru lulus kuliah. Ya belum punya apa-apa. Kenapa nikah? Kalau diinget lagi, disuruh ortu, terutama bapakku…wkwkwk…
Kalau zaman sekarang di perkotaan, aku lihat makin matang sih usia pernikahan. Di atas 30 thn, santai aja…
Beda kalau di pedesaan, rasanya masih banyak deh pernikahan dini. Tapi kalau di Jawa Barat kayaknya, perceraian juga tinggi loh…
kalo aku menunda pernikahan karena masih cari jodoh yang tepat. jadi intinya sabar sama perbaiki diri dan finansial dulu hehehe
Rata-rata sih, menurut pengamatan saya, pada menunda pernikahan karena pendidikan dan karir serta perubahan sosial dan budaya. Contoh sederhananya ya saya sendiri. Dulu menikah menjelang usia 30 karena keasyikan kerja (ngejar karir ceritanya…).
Nikah 4 tahun lalu dengan pasangan yang berbeda usia 3 tahun. Setelah menikah, aku bisa mengerti kenapa orang sekarang banyak yang menunda pernikahan. Karena hidup setelah menikah tanggung jawabnya berat. Dan aku lebih suka anak sekarang menunda pernikahan dari pada tergese gesa menikah tanpa persiapan materi dan non materi yang mumpuni
Kalau angka pernikahan menurun jadi agak sedih ya karena ngaruh juga ke sekitarnya alias para perias manten, wedding organizer, desainer baju pengantin, dll. Semoga ada kenaikan angka pernikahan dan perekonomian juga makin membaik.
Aku dah nikah selama hampir 13 tahun dan rasanya wow semua ujian ya dijalani aja dengan tegar.
Alhamdulillah udah nikah sih mas, cuma ya jaman blm nikah dulu sulit banget mempersiapkan diri buat mulai melangkah, beberapa pertimbangannya sama seperti tulisan ini
Kalau di sini kebanyakan dulu didesak ortu menikah. Pada akhirnya kejebak keluarga patriarkis. Yang ada anak-anaknya jadi pada trauma. Tapi tergantung juga sih. Ada juga yang mau cepat nikah kok.
Pasti ada alasannya ya, dan pengaruh media sosial khususnya, bisa jadi faktor anak muda generasi now belum tertarik untuk menikah.
Semoga bakalan berubah ya, terlebih adanya viral soal menikah di KUA yang membuatnya jauh lebih hemat dan jadi impian juga
Yang menarik untuk dicermati, anak muda yang menunda pernikahan ini kebanyakan dari kalangan menengah atas, berpendidikan, dan punya pekerjaan (walau menurutnya masih kurang menjanjikan). Kalangan bawah yang nggak berpendidikan malah banyak yang menikah cepat walaupun tak punya pekerjaan … dan ujung-ujungnya jadi beban keluarga, beban masyarakat, beban negara.
Alasan akrena biaya pernikahan tinggi sebenarnya ini yang menjadi permadalahan yang harus dibahas bersama dengan orang tua dan keluarga besar. Karena biaya pernikahan sendiri buat akad murah pake banget. Beratnya diresepsi.
Kalau kita mau mengubah mindset, biaya resepsi bisa dijadikan hadiah buat pasangan yang menikah untuk memulai kemandirian, misal sebagai modal usaha.
Mungkin menurutku agak bagus ya kalo mereka akhirnya mikir nikah itu ngga cuma perkara kawin doang. Biaya dan segala macamnya juga harus dipikirkan. Cuma kalo terlalu dipikir juga menurutku ngga bagus, nanti ujung-ujungnya malah parno nikah atau malah memutuskan child free seperti yang sudah banyaj dicontohkan oleh selebgram atau public figure
Yup, pernikahan itu memang pilihan masing-masing. Berbeda seperti keadaan saat ini, dulu ketika memutuskan untuk menikah, di lingkaran pertemanan saya memang pada udah nikah atau punya rencana untuk menikah. Hanya beberapa aja yang menunda pernikahan, itu pun karena belum ketemu jodohnya hehehe.
Banyak banget hal mengecewakan yang bikin orang yang dewasa di 5 tahun belakangan punya trust issue ke orang asing, orang baru yang dikenal, dan itu wajar sih sebagai bentuk defense mecchanism, tapi yagitulaah huhu jadinya dampaknya ke generasi emas yang nggatau kapan terwujud
Alasannya relate banget nih sama percakapanku dengan anak bujang minggu kemarin. Soalnya tahun ini kan dia udah 24, lalu pas kutanya kapan mau nikah. Dia jawabnya, nanti-nanti dulu lah. 28 atau 30 tahun sekalian aja biar mapan dulu dua-duanya. Gitu. Tapi kupikir bagus juga ya. Klo secara mental dan finansial siap, berbagai potensi risiko berkaitan dengan keduanya bisa diminimalisir begitu memasuki pernikahan
Sekarang jd banyak yg nunda nikah ya malahan hehe.. bener jg, faktor2 itu memang pengaruhi bgt ya
Sebenernya mau nikah di KUA aja gak masalah sih ya, tapi jaman sekarang haduh, lebih takut dibilang gini gitu sama orang-orang.
Btw, Mas Didik, itu pertanyaan di akhir kok banyak banget yak, haha.. Aku mau jawab, nikah umur 24, cuma di KUA, dan kehidupan setelah pernikahan rahasia perusahaan sih ya, wkwk.. Yg penting, kalo ada masalah, harus dihadapi bareng pasangan, cari solusi terbaik. Nahlo, jadi panjang banget kan, Mas, xixixi..
Aku suka deh sekarang sepertinya awareness anak muda tentang pernikahan semakin berkembang, nggak hanya dilihat sebagai “goals” dalam kehidupan saja, tapi juga aspek lain yang memengaruhi mereka.
saya cuman beda beberapa bulan sama pasangan dan sama-sama menikah di usia matang, alhamdulillah sudah berjalan 7 tahun dan kayaknya memang sekarang kudu menikah di usia matang biar bijak menghadapi hidup hehe tapi ga bisa digeneralisir sih ini, ada yg usia muda tapi pemikiran dewasa. Yang penting kudu siap mental, jasmani, ruhani
Jadi keinget dulu, pacaran 6 tahun tapi akhirnya kandas, faktornya karena nunggu restu aja. Tapi mungkin memang tidak jodoh, setelah dapat restu aku nya malah yang malas. Akhirnya, dapat jodoh beda negara.
Memang pernikahan itu perjalanan dengan pasangan seumur hidup
kalau belum siap, apapun alasannya sebaiknya ditunda dahulu sehingga tidak merugikan berbagai pihak
Sebenarnya sampai sekarang perempuan yang usianya 30 ke atas belum nikah tetap dianggap gak laku dan perawan tua. Cuma sekarang, udah banyak yang tidak memperdulikan anggapan itu. Saya salah satunya.
Karena kini banyak sekali berita miris mengenai “test-drive” dulu..
Jadi tujuan menikah menjadi bias karena uda bisa ena-ena di awal, ngapain punya komitmen?
Serem sih kalau anak muda uda berpikir mereka bebas aja menjalani kehidupan dan semoga dengan tulisan renyah ka Ditto seperti ini, bisa menjadi bahan perenungan anak muda zaman sekarang. Dan termasuk aku juga yang merenung sebagai orangtua bahwa gak ada kaitannya besar kecilnya mahar atau pesta pernikahan menjadi “harga” seorang anak perempuan di mata lawan jenis.
Kok sedih aku jadinyaa…
Iya, makin kesini tren usia menikah semakin matang ya
Klo dulu mulai 20 an, sekarang 30 an baru mulai berpikir tentang pernikahan
Aku merasa lebih baik dan lebih dewasa setelah menikah lho ka. Apalagi setelah memiliki anak, rasanya kayak punya tempat bercermin. Dan jadi titik balikku mengenal diri sendiri hihi. Alhamdulillah.. Padahal aku punya trauma lumayan banyak. Yah Tuhan tahu yang terbaik untuk hambaNya.
Kalau tinjauannya dari segi ekonomi, memang sih menikah itu resikonya tinggi. Yang harus punya duit buat merawat anak lah, pendidikan anak, kebutuhan sehari-hari, perumahan, dan lain sebagainya yang tinggal sebut aja, pokoknya yang bikin kita harus keluar uang gitu deh hehee… Naik level gitu lah dalam tingkatan kehidupan, kata orang.
Nah beda lagi kalau tinjauannya dari sisi agama. Klo dalam Islam kan memang dianjurkan. Panjang kajiannya klo disebutkan hehehee… Mungkin dalam agama lain juga sama ya, ada juga ajaran tentang hal ini.
Sepertinya emang betul alasan-alasan di atas masuk penyebab anak-anak muda zaman sekarang menunda pernikahan termasuk saya mungkin, faktor karir dan pendidikan membuat saya menunda pernikahan, tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar, semua orang punya prioritas dalam hidupnya
Kalo diliat liat, iya juga sih ya, kebetulan emang punya adik yang belum nikah, tapi ternyata mereka memang punya banyak pertimbangan panjang sebelum akhirnya memutuskan untuk naik tingkat ke jenjang pernikahan..
setuju banget karena ada perubahan nilai sosial :’)