Sebuah konsorsium investor dari Hong Kong dan Abu Dhabi tertarik membeli merek Reebok dari Adidas. Nilai pembeliannya sekitar 1,7 miliar euro (US$ 2,2 miliar atau Rp 26,4 triliun).
Wall Street Journal mengutip sumber yang dekat dengan masalah ini mengatakan, Kepala eksekutif ekuitas Jynwell Capital di Hong Kong Jho Low menyebut, investor tertarik membeli Reebok karena ingin menjadikannya merek independen.
Terkait rencana pembelian itu, pemerintah Abu Dhabi berkomunikasi dengan manajemen Adidas. Adidas telah membeli Reebok pada Agustus 2005 senilai 3,8 miliar euro karena ingin menyaingi dominasi Nike di Amerika Serikat. Namun Adidas yang asli Jerman justru mengalami kesulitan menyaingi dominasi Nike karena pasar Reebok di pasar AS terus merosot.
Reebok memangkas laba bersih tahunan sekitar 650 juta euro. Nilai tersebut jauh lebih rendah dari laba sebelumnya sekitar 830-930 juta euro.
Nike menggantikan Reebok sebagai pemasok pakaian liga AS pada 2012. Adidas telah mengalami penurunan penjualan sekitar 41 persen karena pelemahan penjualan di pasar Amerika Utara sehingga kinerja sahamnya di Jerman turun 7,4 persen.
Tahun lalu, pangsa pasar Adidas melemah menjadi 5,6 persen. Nike justru naik menjadi 19,9 persen. Namun Adidas telah membuat beberapa kemajuan bagi Reebok dengan mempromosikan sebagai merek kebugaran dengan berbagai kesepakatan sponsor hingga peluncuran sepatu.
Hingga kini belum jelas nama investor asal Abu Dhabi yang akan membeli Reebok. Namun investor menyebut akan memberi pembiayaan ke Reebok untuk pemasaran dan toko baru.
Investor Abu Dhabi juga menyebut akan memertahankan jajaran eksekutif Reebok. Investor sudah mendekati manajemen Reebok terkait investasi ini sejak tahun lalu.
Bulan lalu, manajer magazin Jerman mengatakan, investor termasuk Knight Vinke, Third Point dan TCI sedang memertimbangkan membeli saham Adidas, termasuk rencana memisahkan Reebok. Namun rencana tersebut batal. Awal bulan ini, Adidas mengumumkan rencana kembali mengembalikan dana sekitar 1,5 miliar euro ke pemegang saham tiga tahun ke depan.
Sumber: Bloomberg, Business Insider, Reuters