Kehidupan modern ini membuat semuanya serba instan. Tak terkecuali mencari jodoh alias pasangan. Beragam acara cari jodoh pun digelar contohnya Take Me (Him) Out Indonesia atau acara sejenis seperti Katakan Cinta, Cinta Monyet dan sebagainya.
Nah, dengan perkembangan teknologi, manusia semakin dipermudah seperti dengan adanya situs jejaring sosial seperti Facebook, Friendster, Twitter, Plurk, Koprol dan media lainnya yang memungkinkan hubungan dengan orang lain begitu dekat. Bahkan tidak ada lagi ruang privasi yang tersekat.
Dengan media jejaring sosial tersebut, kita pun bebas menentukan siapa yang akan menjadi teman atau bahkan lebih dari sekadar teman bagi kita. Bahkan beberapa waktu lalu, Facebook menjadi kambing hitam atas pelarian seorang wanita yang dikira diculik oleh cowok, teman mayanya itu di situs jejaring sosial.
Padahal, kita pun memiliki tuntunan untuk mencari jodoh. Untuk mengenal calon tanpa pacaran dapat kita ketahui melalui cara-cara yang efektif, yaitu :
1. Bertanyalah kepada orang yang dianggap paling dekat dengan calon tersebut yang dapat dipercaya sehingga Insya Allah informasi yang kita dapatkan cukup objektif. Dari sinilah kita dapat mengenali sifat-sifat yang tidak nampak dalam tampil sekejap dan sifat-sifat ini penting bagi yang ingin membangun rumah tangga bersama.
Dalam sebuah syair diungkapkan:
“Jika kamu ingin bertanya tentang seseorang tanyalah kepada orang terpercaya yang paling dekat dengan orang tersebut (sahabat), karena orang yang saling bersahabat itu saling mempengaruhi.”
Namun untuk mengetahui penampilan/fisiknya tentu dengan melihat dan cara melihatnya tanpa sepengatahuannya.
2. Untuk mendapatkan kemantapan, lakukanlah sholat istikharah dan mohonlah kepada Allah karena Dia yang paling tahu mana yang terbaik untuk kita. Rasulullah saw bersabda :
Kalau Anda menginginkan sesuatu maka lakukan salat dua rakaat, rakaat awal setelah membaca al-Fatihah membaca al-Kafirun dan pada rakaat kedua surat al-ikhlas lalu berdoa….. ( doa istiharah).
3. Setelah memiliki kecenderungan yang kuat untuk mempersunting maka langkah selanjutnya adalah perkenalan (ta’aruf) antar keduanya secara lebih dekat yaitu secara langsung, namun tetap menjaga norma-norma Islam.
4. Setelah itu, maka diteruskan dengan proses berikutnya sampai akad nikah. Tentu dalam hal ini kedua keluarga memiliki kontibusi yang sangat dominan. Karena keterangan no 1-3 baru menjelaskan bagaimana mengenali sang calon tanpa pacaran.
5. Kenapa untuk mengenali sifat-sifat calon tidak melalui pacaran terlebih dahulu ? Karena Pernikahan yang diawali dengan pacaran dapat diibaratkan membeli buku yang dijadikan contoh(sample) dari jenis buku yang mahal.
Umumnya buku yang seperti ini di toko-toko buku dibungkus dengan plastik rapat disertai peringatan yang bertuliskan “Membuka berarti membeli” sehingga bagi para pembeli untuk mengenali buku tersebut secara terperinci ada dua pilihan, yaitu pertama, dengan membuka buku tersebut dan membacanya, akibatnya buku tersebut sangat lecek dan makin lusuh bila semakin banyak orang yang membacanya. Akhirnya hampir semua pembeli menolak untuk menerimanya sebagai barang beliannya kecuali sangat memaksa. Membeli buku seperti inilah ibarat pernikahan yang diawali dengan pacaran.
Pilihan kedua, karena buku tersebut mahal terbungkus rapi dan membukanya adalah berarti membeli maka untuk mengetahui isinya sang pembeli bertanya kepada petugas melalui katalog komputer atau terlebih dahulu bertanya kepada orang yang telah memiliki dan membacanya sehingga dia memperoleh buku yang benar-benar baru, belum pernah disentuh oleh siapapun termasuk pembelinya. Inilah ibarat orang yang menikah dengan tidak proses pacaran tadi.
Pada interval menanti hingga akad nikah nanti memang sering terjadi rindu kangen dan seterusnya. Rindu yang seperti ini merupakan kerinduan yang menjadi kesempurnaan sifat manusia. Kerinduan yang tidak mampu di tolak oleh manusia itu sendiri.
Imam Ibnu Qoyyim mengkategorikan sebagai rindu yang sah-sah saja terjadi pada setiap manusia dan manusia tidak mampu memilikinya dan menolaknya, sepanjang tidak dibawa oleh kerinduan tersebut kepada ma’siat kepada Allah bahkan kita bersabar untuk menahannya maka hal itu tidak apa-apa dan itulah rindu yang karena Allah. Tetapi jika rindu tersebut justru yang membawa kita ke jalan hawa nafsu itulah rindu karena hawa nafsu bukan karena Allah.
Wallahu’alam.