Indonesia kekurangan 7,5 juta hingga 8 juta butir telur puyuh per pekan. Saat ini produksi telur puyuh hanya 3 juta-3,5 juta per pekan.
“Penawaran dan permintaan telur puyuh kita sangat tidak seimbang, kebutuhan kita mencapai 11 juta butir telur per pekan, sementara produksinya hanya 3,5 juta butir per pekan,” kata Ketua Asosiasi Peternak Puyuh Indonesia Slamet Wuryadi di Jakarta, Kamis (15/5).
Ia mengatakan, defisit itu menggambarkan Indonesia membutuhkan lebih banyak wirausaha dan pelaku budidaya puyuh. Jaminan pasar yang luas masih sangat terbuka di Indonesia. “Apalagi industri puyuh ini potensi bisnisnya bisa digarap dari hulu ke hilir,” katanya.
Ia mencontohkan industri puyuh tidak hanya menghasilkan telur sebagai produk utama tetapi juga daging hingga kotoran. “Kotorannya bisa dimanfaatkan sebagai pupuk pertanian, pupuk perikanan, hingga biogas,” katanya.
Slamet juga meyakinkan masyarakat bahwa klaim yang menyebutkan telur puyuh tidak aman dikonsumsi karena tingginya kadar kolesterol merupakan isu yang tidak benar.
Hasil penelitian terkini dari IPB menyebutkan kadar kolesterol telur puyuh masih dalam ambang batas yang aman dikonsumsi atau hanya 250 mg/100 gram. “Ini peluang bahwa kita memerlukan lebih banyak pelaku budidaya puyuh baru di Indonesia,” katanya.
Sumber: ANTARA