Facebook telah mengumumkan mengakuisisi aplikasi pesan sosial WhatsApp senilai US$ 19 miliar atau sekitar Rp 212,4 triliun. Namun akuisisi tersebut memunculkan pertanyaan apakah Facebook bisa untung kembali dan mempertahankan jumlah penggunanya yang sudah mencapai 1 miliar orang di seluruh dunia?
Berdasarkan data dari App Annie menunjukkan aplikasi WhatsApp hanya menempati posisi puncak di tiga negara dari 13 negara Asia, yaitu Hong Kong, India dan Singapura.
“WhatsApp telah menjadi pemain kuat di Asia, tapi dalam satu tahun terakhir telah menghadapi persaingan kuat dari aplikasi Line dan WeChat. WhatsApp belum menjadi pemain utama, namun bersaing ketat untuk menumbuhkan pangsa pasarnya,” kata konsultan teknologi Ovum berbasis di India, Neha Dharia seperti dikutip Reuters.
Neha menilai langkah Facebook termasuk fenomenal karena mengakuisisi WhatsApp dengan nilai fantastis, meski dibeli dalam bentuk tunai dan saham. Sejak dirilis pada 2009, jumlah pengguna aktif WhatsApp telah mencapai 450 juta pengguna di seluruh dunia.
Survei yang dilakukan perusahaan riset pemasaran Jana menemukan WhatsApp merupakan aplikasi yang paling sering digunakan di India, Kenya, Nigeria, Afrika Selatan, Brasil dan Meksiko. Sebagian besar pengguna WhatsApp setuju bila aplikasi pesan sosial ini menawarkan obrolan gratis, bebas iklan dan bisa berbagi foto.
Pelanggan WhatsApp telah mengirimkan 18 miliar pesan per hari pada Januari 2013. Tahun lalu ada 27,4 triliun pesan yang dikirim. Jika ditotal sejak dirilis, jumlah pesan yang terkirim mencapai 69 triliun pesan.
Target Kuasai Pasar China
Salah satu alasan Facebook mengakuisisi WhatsApp adalah ingin menguasai pasar China. Pasar dengan jumlah penduduk tertinggi di dunia ini masih dikuasai oleh aplikasi pesan sosial di Asia seperti Line dari Jepang, KakaoTalk dari Korea Selatan atau WeChat dari China.
Manajer Senior untuk konsultan telekomunikasi Delta Partners Vincent Stevens mengatakan, akuisisi WhatsApp akan memungkinkan Facebook bisa mengambil pasar yang selama ini susah ditembus, salah satunya China.
“Facebook sampai saat ini masih diblokir di China dan kalah jauh dibanding Twitter Inc maupun Line Corp,” kata Vincent.
Lembaga konsultan Forrester memerkirakan China akan memiliki lebih dari 500 juta ponsel pintar tahun ini. Direktur Riset Perangkat dan Ekosistem di Counterpoint Research Neil Shah mengatakan, untuk pasar India jumlah pengguna WhatsApp hampir mencapai 9 persen dari total pengguna aktif WhatsApp di seluruh dunia, atau mencapai 40 juta pengguna.
Namun bukan berarti langkah Facebook dan WhatsApp masuk wilayah Asia ini dengan mudah karena banyak musuh tangguh. WeChat yang menjadi aplikasi besutan Tencent Holdings, Line dan KakaoTalk siap mengurangi dominasi WhatsApp di Asia. Salah satu yang tidak dimiliki WhatsApp yaitu ikon emoticon dan permainan yang menawarkan pembelian barang dan jasa.
“Line sangat berbeda dengan WhatsApp. Mereka jauh lebih inovatif dalam model bisnis,” kata konsultan VisionMobile di Inggris Michael Vakulenko.
Jika Facebook benar-benar ingin masuk Asia, tentu saja situs jejaring besutan Mark Zuckerberg akan beradu dengan aplikasi pesan sosial lain, yang sebenarnya juga tidak ada yang mendominasi.
Sasar Indonesia
Riset Nielsen menyebut aplikasi pesan sosial seperti BlackBerry Messenger justru dianggap sebagai aplikasi yang banyak diunduh di Indonesia pada Oktober lalu. Viber, yang sudah diakuisisi Rakuten Jepang justru paling populer di Filipina dan Line justru berjaya di Thailand.
WhatsApp hanya menjadi aplikasi pesan sosial terpopuler nomor tiga di Indonesia, kedua di Malaysia dan tidak masuk top 10 di Filippina maupun Thailand.
“Saya justru melihat banyak akun WhatsApp yang tidak aktif dalam daftar kontak saya,” kata Jerry Justianto, pemilik jaringan stasiun radio di Jakarta.
Riset On Device tahun lalu menyebut hampir dua per tiga orang Indonesia yang disurvei menggunakan WhatsApp, kurang dari setengah dari mereka hanya menggunakan WhatsApp sekali seminggu, dibanding tiga perempat dari masyarakat Brasil yang sudah mengunduh aplikasi itu.
Justianto menilai WhatsApp susah diterima oleh masyarakat Indonesia karena hanya menghubungkan satu nomor ponsel ke satu akun WhatsApp. “Sementara karakter orang Indonesia sering berganti-ganti kartu SIM,” katanya.
Akankah WhatsApp mampu bertahan di tengah serbuan aplikasi pesan sosial di Asia atau ini hanya ketakutan Facebook karena mulai ditinggalkan pengguna? Kita tunggu saja.