Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dapat menjadi acuan masyarakat untuk berinvestasi. Di tengah pelambanan ekonomi kuartal I-2015 dan depresiasi rupiah, ada beberapa instrumen investasi yang menarik dilirik.
Perencana keuangan Mitra Rencana Edukasi Mike Rini Sutikno menilai, masyarakat perlu cermat melihat kondisi ekonomi dalam memilih instrumen investasi. Salah satu yang perlu dicermati adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Saat kondisi ekonomi melambat dan rupiah tertekan, ada beberapa instrumen investasi yang ikut tertekan. Salah satunya instrumen investasi yang berbasis saham. “Reksa dana saham dan unit link berbasis saham sebaiknya dihindari,” katanya.
Menurut dia, saat ekonomi melambat, tingkat suku bunga biasanya dinaikkan untuk menjaga stabilitas perekonomian. Kebijakan kenaikan suku bunga tersebut akan berdampak positif bagi instrumen investasi yang berkorelasi negatif.
“Instrumen yang bisa dipilih saat dolar AS menguat adalah deposito dan obligasi yang akan diterbitkan (bukan yang sedang berjalan),” ujarnya.
Selain deposito dan obligasi, instrumen investasi yang bisa dipilih saat dolar AS menguat adalah emas dan properti. Menurut dia, keduanya akan mengalami kenaikan seiring penguatan dolar AS.
Ia menilai, penguatan dolar AS saat ini tidak perlu dijadikan investasi. Investasi dolar lebih tepat bagi perusahaan yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS. Jika masyarakat mau berinvestasi dolar AS, sebaiknya untuk jangka panjang. “Minimal investasi dolar AS itu 10 tahun, kecuali investasi dolar untuk membiayai kuliah anak di Amerika.”
Managing Director Nielsen Indonesia Agus Nurudin mengatakan, pada kuartal I-2015 masyarat Indonesia cenderung antusias menabung dibandingkan berinvestasi. Berdasarkan hasil riset Nielsen, 75 persen masyarakat Indonesia mengalokasikan kelebihan dana untuk menabung.
Rata-rata global hanya 48 persen konsumen yang mengalokasikan dana mereka untuk ditabung. Untuk kalangan Asia-Pasifik hanya 61 persen konsumen yang menyisakan uang untuk ditabung.
Selain menabung, 35 persen konsumen Indonesia menggunakan kelebihan dana mereka untuk berinvestasi di saham atau reksa dana. Sebagian lainnya lebih memilih memanfaatkan uang untuk liburan.
Agus menjelaskan, secara global konsumen Indonesia paling optimis mengenai keadaan keuangan personalnya. Lebih dari 84 persen konsumen di Indonesia percaya keuangan pribadi mereka akan sangat baik dalam 12 bulan ke depan.
“Optimisme masyarakat Indonesia akan keuangannya naik empat persen dibanding kuartal IV-2014,” katanya.
Pandangan konsumen mengenai belanja juga masih positif. Berdasarkan riset, 56 persen konsumen mengindikasikan 12 bulan ke depan merupakan waktu yang baik untuk berbelanja barang yang mereka butuhkan.