Saya tersenyum setelah melihat status teman di Facebook yang menyatakan bahwa untuk menjadi wartawan masih diperlukan surat ijin dari orang tua. Ahhh..ini medianya yang tidak percaya dengan pelamar kerja atau medianya tidak mau bertanggung jawab saat ada masalah di kemudian hari?
Mengutip status dari Mas Satrio Arismunandar,”Saya tersenyum membaca iklan di Harian Republika hari Senin (4 Oktober 2010), tentang lowongan menjadi reporter/fotografer. Pasalnya, ada klausul yang menyaratkan adanya “surat izin dari orangtua/wali untuk menjadi reporter/fotografer.”
Wartawan kok diperlakukan seperti “anak-anak?” Bukankah mereka seharusnya diperlakuikan sebagai orang dewasa, yang berani memilih profesi dan bertanggung jawab atas pilihannya itu?
Hahahaha..pertanyaan menggelitik dan sampai saat ini saya belum bisa menjawabnya. Sepertinya hanya Republika yang mensyaratkan surat ijin dari ortu tersebut. Atau mungkin ada media lain yang masih memakai cara seperti ini?
Hmmm..selama empat tahun di media dan sudah berada di dua media massa berbeda baik nama media maupun lokasi, ternyata saya belum pernah mengalaminya. Ahhh..biar saja. Mungkin profesi ini memang bukan impian dan harapan dari orang tua kepada anaknya.
Orang tua ini berkeinginan agar anaknya bisa menjadi PNS, bergaji tetap, berangkat pagi dan pulang sore serta mendapat gaji ke-13. Kalau wartawan? siapa yang dapat menjamin? itu justru kebalikannya…
Bahkan Mas Satrio ini juga menulis status lanjutan..
“Anda WARTAWAN? Jika istri Anda suka cemberut atau melarang Anda pulang malam, dan menghambat pelaksanaan tugas kantor, suruh dia baca ini: “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas wartawan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000 (alias Rp500 juta).”
Oalaahhhh..gaji setahun aja kalau dikumpulin ga sampai segitu kok…hehehe..