Jalan-jalan ke Bali tidak lengkap bila belum mengunjungi Kampung Islam Kepaon di Denpasar. Di sini ada beberapa kesenian yang sayang untuk dilewatkan.Begitu juga bangunan masjid Al Muhajirin yang dibangun di tengah-tengah kampung.
Kesenian yang dimaksud adalah Rodat. Di sini ada beberapa pemuda dengan pakaian mencolok. Baju lengan panjang warna biru, dilengkapi embel-embel atribut macam kepangkatan militer kerajaan Eropa. Atau kostum kerajaan Nusantara pasca penjajah Eropa. Bak kostum mayoret dalam marching band, dua orang di antaranya mengenakan seragam warna cerah menyala, merah. Lengkap dengan sebilah pedang di pinggangnya.
Nampaknya, dua orang berpakaian merah ini bertindak selaku komandan. Mirip upacara kemiliteran. Sekejap kemudian, dengan diiringi sekan kendang, pemain rodat ini mulai bergerak menyusuri jalanan, menjemput bale suji sambil mengumandangkan salawat badar.
Sang komandan terlihat gagah berjalan paling depan, dengan menghunus sebilah pedang di tanganya. Kok bawa pedang segala? “Pedang itu sebagai simbol penegakan kebenaran dan memberantas yang salah,” kata Abdul Ghoni, Ketua panitia perayaan Maulid Nabi di Kampung Islam Kepaon.
Setibanya di halaman masjid, personel rodat ini memperagakan beberapa gerakan pencak silat, yang tetap dirangkai dengan salawat badar. “Setiap salawat ada gerakannya sendiri,” kata Abdullah, salah seorang personel kesenian ini. Menilik pakaian dan gerakan yang dimainkan, memang sulit dipungkiri bahwa gerakan maupun kostumnya menggambarkan pasukan perang jadul atau angkatan jaman dulu.
Ghoni mengatakan, rodat diambil dari kata rodoton atau raudatan, yang artinya taman. “Kalau ngomong taman, sudah tentu gambaran kami adalah-hal-hal yang indah. Makanya di acara Maulid Nabi ini kami ingin menonjolkan keindahan,” papar Ghoni. Personel rodat sendiri diambilkan dari pemuda dan remaja masjid setempat.
Sedangkan jika dilihat dari sejarah, rodat dulunya memang jadi salah satu pasukan perang kerajaan Badung. Yang berasal dari Kampung Islam Kepaon. “Nama rodat ini dulunya pemberian Cokorda Pemecutan. Saat kami membantu bertempur melawan kerajaan Mengwi dan perang Puputan Badung,” kata H. Ishak Ibrahim, salah seorang sesepuh Kampung Islam Kepaon.
Melihat dari sejarahnya, tak heran bila hubungan antara Puri Pemecutan dengan Kampung Islam Kepaon terjalin begitu harmonis, sangat erat. Bahkan, Cokorda Pemecutan sampai sekarang selalu hadir setiap kali ada kegiatan di Kampung Islam Kepaon saat peringatan Maulid Nabi.
Beberapa tahun lalu, saat Cokorda Pemecutan tersandung kasus keluarga hingga ada yang meninggal dalam perkelahian, kesetiaan itu pun terlihat. Dan berlanjut ke persidangan. Warga Kepaon pun tak pernah absen memberi dukungan kepada rajanya.
Nah, seiring bergulirnya waktu, kesenian rodat di Kampung Islam Kepaon ini juga mulai mengalami pergeseran. Tidak lagi seperti pada awal mulanya dulu. Salah seorang tokoh masyarakat setempat, yakni H. Ahmad Jafar mengatakan, bahwa saat ini kesenian rodat sudah bercampur dengan budaya kesenian dari Padang, Sumatra Barat. “Kami di Kampung Islam Kepaon ini ada tiga suku besar yang menempati. Yaitu Bugis, Padang dan yang terakhir dari garis Puri Pemecutan,” kata lelaki 61 tahun ini. Sedangkan kesenian Islam Kepaon lainnya yang hingga kini masih ada adalah kesenian hadrah.
Apakah kata rodat itu berasal dari Irodat alias sifat wajib Allah SWT, ya?
Intinya memang tiap tempat pasti ada sejarah dan filosofinya ya, sehingga bisa nih jadi tujuan wisata religi ke sana